MK Tolak Seluruh Gugatan Terkait UU TNI: Pemohon Gagal Buktikan Keterlibatan dalam Proses Pembentukan Undang-Undang
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh lima permohonan pengujian formil dan materiil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penolakan tersebut didasarkan pada penilaian majelis hakim konstitusi bahwa para pemohon tidak dapat membuktikan secara jelas keterlibatan mereka dalam proses pembentukan undang-undang yang dipermasalahkan.
Dalam sidang pengucapan putusan yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo pada Kamis (5/6/2025), majelis hakim menyatakan bahwa permohonan dengan nomor perkara 55/PUU-XXIII/2025, 58/PUU-XXIII/2025, 66/PUU-XXIII/2025, 74/PUU-XXIII/2025, dan 79/PUU-XXIII/2025 tidak dapat diterima. Inti dari pertimbangan majelis hakim adalah ketidakmampuan para pemohon untuk menunjukkan adanya tindakan nyata (real action) atau keterlibatan aktif dalam proses legislasi UU 3/2025.
MK menekankan bahwa para pemohon seharusnya dapat menyajikan bukti konkret yang menunjukkan partisipasi mereka dalam pembentukan undang-undang. Contohnya, melalui penyelenggaraan diskusi publik, seminar, atau penyampaian opini tertulis kepada pembentuk undang-undang. Bukti-bukti tersebut diperlukan untuk meyakinkan Mahkamah bahwa para pemohon memiliki kepentingan dan keterkaitan langsung dengan proses legislasi yang digugat.
Hakim Konstitusi Saldi Isra sempat menyinggung mengenai bukti yang diajukan oleh salah satu pemohon (perkara nomor 79/PUU-XXIII/2025) berupa partisipasi dalam diskusi dan demonstrasi menentang UU TNI. Namun, bukti tersebut tidak disahkan dalam persidangan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan oleh MK.
"Aktivitas diskusi dan demonstrasi terkait UU 3/2025 yang diikuti para pemohon sebagai bukti kedudukan pemohon dan bukti-bukti yang disampaikan, menurut Mahkamah tidak menunjukkan keterlibatan langsung para pemohon dalam aktivitas yang dimaksud, karena menyerahkan bukti berupa brosur pelaksanaan diskusi publik berkenaan RUU TNI, Kejaksaan, dan Polri, terlebih bukti tidak disahkan di persidangan," ujar Hakim Saldi Isra.
Dengan demikian, MK berpendapat bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan pengujian formil. Ketidakmampuan para pemohon untuk membuktikan keterkaitan langsung dengan proses pembentukan UU 3/2025 menyebabkan Mahkamah tidak menemukan adanya hubungan sebab akibat antara potensi kerugian hak konstitusional para pemohon dengan proses legislasi yang dipermasalahkan.
"Berdasarkan fakta hukum tersebut, Mahkamah tidak mendapat bukti adanya kegiatan nyata antara pemohon I, pemohon II, pemohon III, pemohon IV, pemohon V, dan pemohon VI, yang membuktikan adanya kegiatan keterkaitan langsung dengan proses pembentukan UU 3/2025, sehingga tidak menunjukkan adanya sebab akibat antara anggapan kerugian hak konstitusional para pemohon dengan proses pembentukan UU 3/2025 yang dimohonkan pengujian formil dalam permohonan a quo," kata Majelis Hakim.
Sebagai informasi, terdapat total 14 gugatan yang diajukan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.