Kades Ngepung Nganjuk Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Dana Desa

Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk mengambil tindakan tegas dengan menetapkan Kepala Desa (Kades) Ngepung, Hendra Wahyu Saputra, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Penetapan tersangka ini diikuti dengan penahanan terhadap Hendra, yang diduga melakukan penyelewengan dana desa selama periode 2022 hingga 2024.

Kepala Kejari Nganjuk, Ika Mauluddhina, mengungkapkan bahwa penetapan tersangka dan penahanan dilakukan setelah tim penyidik menemukan bukti yang cukup kuat terkait penyalahgunaan wewenang dan pengelolaan dana desa yang tidak sesuai dengan ketentuan. Modus operandi yang dilakukan tersangka Hendra meliputi pembuatan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) fiktif serta indikasi pengerjaan proyek fisik yang mangkrak atau tidak sesuai dengan anggaran yang dialokasikan.

Menurut Ika, tersangka Hendra diduga kuat telah mencairkan dana APBDes dari tahun 2022 hingga 2024, namun dana tersebut tidak diserahkan kepada pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas pelaksanaan program desa. Sebaliknya, dana tersebut diduga dikelola sendiri oleh tersangka, yang mengakibatkan terhambatnya pembangunan dan program-program yang telah direncanakan untuk kesejahteraan masyarakat Desa Ngepung.

"Dana yang dicairkan dari Bank Jatim sepenuhnya berada dalam penguasaan Hendra, dan tidak diserahkan kepada pelaksana kegiatan terkait untuk pelaksanaan program desa," ungkap Ika.

Selain itu, penyidik juga menemukan indikasi bahwa tersangka Hendra memerintahkan pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang tidak sesuai dengan realitas di lapangan. SPJ tersebut diduga dibuat sedemikian rupa agar seolah-olah sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) fiktif yang telah disusun sebelumnya.

"Untuk mendukung SPJ fiktif ini, mereka juga membuat bukti dukung berupa nota atau kuitansi palsu, dan membuat stempel toko untuk memberikan kesan asli," jelasnya.

Untuk menguatkan SPJ fiktif tersebut, tersangka diduga membuat bukti-bukti pendukung palsu, seperti nota dan kuitansi fiktif, serta menggunakan stempel toko palsu untuk memberikan kesan bahwa transaksi benar-benar terjadi. Tindakan ini dilakukan untuk menutupi penyimpangan dana yang telah dilakukan.

Berdasarkan Laporan Hasil Sementara Audit Investigatif atas Pengelolaan APBDes Desa Ngepung, ditemukan potensi kerugian negara yang mencapai angka Rp 398.509.628. Namun, Ika menekankan bahwa angka ini masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan pendalaman proses penyidikan yang sedang berlangsung.

Saat ini, tersangka Hendra telah resmi ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Nganjuk selama 20 hari, mulai dari tanggal 4 Juni 2025 hingga 23 Juni 2025. Penahanan ini dilakukan untuk memudahkan proses penyidikan dan menghindari potensi tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.

Kejari Nganjuk menegaskan komitmennya untuk terus memberantas tindak pidana korupsi di wilayahnya, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran negara di tingkat desa. Hal ini dilakukan demi memastikan akuntabilitas penggunaan anggaran dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

"Kejaksaan Negeri Nganjuk berkomitmen penuh untuk terus memberantas tindak pidana korupsi, dan memastikan akuntabilitas penggunaan anggaran negara, khususnya di tingkat desa, demi kesejahteraan masyarakat," tegas Ika.

Kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh kepala desa dan perangkat desa lainnya untuk selalu berhati-hati dalam mengelola dana desa dan menghindari segala bentuk penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kejaksaan akan terus mengawasi dan menindak tegas setiap pelaku korupsi demi mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berintegritas.

Daftar Temuan Sementara:

  • Pembuatan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) fiktif
  • Pengerjaan fisik yang belum dilaksanakan
  • Penggunaan nota dan kuitansi palsu
  • Potensi kerugian negara sebesar Rp 398.509.628