Sidang Kasus Dugaan Perundungan PPDS Undip: Terdakwa Mengaku Tertekan Sistem Senioritas

Kasus dugaan perundungan yang menimpa dr. Aulia Risma, seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), memasuki babak baru dengan digelarnya sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Semarang. Dalam sidang tersebut, terdakwa Zara Yupita Azra, seorang senior korban, membantah tuduhan melakukan perundungan dan mengklaim dirinya berada di bawah tekanan sistem senioritas yang berlaku di program studi tersebut.

Nusmawun Malinah, ibunda dr. Aulia, sebelumnya memberikan kesaksian yang memberatkan terdakwa, mengungkapkan bahwa anaknya menjadi korban perundungan oleh Zara. Menanggapi kesaksian tersebut, Zara menyatakan bahwa dirinya tidak pernah berniat untuk merundung almarhumah dr. Aulia. Ia menjelaskan bahwa setiap tindakan dan perkataan yang dilontarkannya merupakan konsekuensi dari tekanan sistem yang berlaku di PPDS Anestesi Undip.

Zara menjelaskan, sistem hierarki yang ketat di PPDS Anestesi Undip menempatkan mahasiswa semester dua seperti dirinya pada posisi yang sulit. Ia menyebutkan bahwa mahasiswa semester dua kerap menjadi sasaran hukuman atas kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa semester satu. Sistem kasta yang berlaku di PPDS Anestesi Undip mengelompokkan mahasiswa dalam tujuh tingkatan, masing-masing dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda.

  • Kuntul: Mahasiswa tingkat satu
  • Kakak Pembimbing (Kambing): Mahasiswa tingkat dua
  • Middle Senior: Mahasiswa tingkat tiga-empat
  • Senior: Mahasiswa tingkat lima
  • Chief of Chief (COC): Mahasiswa tingkat enam-tujuh
  • Dewan Suro: Mahasiswa tingkat delapan atau akhir
  • Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)

Menurut Zara, sistem ini mengharuskan "kakak pembimbing" untuk bertanggung jawab atas kesalahan juniornya. Ia mengklaim bahwa tugasnya sebagai "kambing" hanya sebatas menguji junior dan memberikan hukuman ringan, seperti berdiri, yang menurutnya tidak berlangsung lama. Ia menekankan bahwa dirinya hanya menjalankan sistem yang sudah ada dan tidak memiliki niat untuk merundung dr. Aulia.

Kasus ini menyoroti isu sistem senioritas yang kerap menjadi permasalahan di lingkungan pendidikan kedokteran. Pengakuan terdakwa mengenai tekanan sistem ini membuka diskusi mengenai perlunya reformasi dalam sistem pendidikan kedokteran untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.