Lumpuh Akibat Banjir, Pengantin di Polewali Mandar Tempuh Sungai dengan Rakit Demi Janji Suci

Pernikahan adalah momen sakral yang diharapkan terjadi sekali seumur hidup. Namun, bagi pasangan pengantin di Dusun Tapua, Desa Tapua, Kecamatan Matangnga, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, pernikahan mereka pada Senin, 2 Juni 2025, menjadi sebuah kisah perjuangan yang tak terlupakan.

Bencana banjir yang menerjang wilayah tersebut mengakibatkan jembatan penghubung antar dusun putus. Akibatnya, mempelai pria, Madi, yang berasal dari Desa Tapango Barat, Kecamatan Tapango, beserta rombongannya, harus memutar otak untuk mencapai kediaman mempelai wanita, Musdalifah, di Dusun Tapua. Satu-satunya cara adalah menyeberangi sungai yang arusnya cukup deras menggunakan rakit bambu.

Rakit bambu sederhana itu menjadi tumpuan harapan. Dengan kapasitas terbatas, hanya sekitar 4 hingga 6 orang yang dapat diangkut dalam sekali penyeberangan. Hal ini memaksa rombongan pengantin pria untuk rela antre dan bergantian menaiki rakit. Jarak yang harus ditempuh dengan rakit memang tidak terlalu jauh, namun tantangan sebenarnya adalah arus sungai yang kuat dan risiko rakit terbalik jika kelebihan muatan.

Perjuangan tidak berhenti sampai di situ. Setelah berhasil menyeberangi sungai, rombongan pengantin harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sejauh satu kilometer menuju rumah mempelai wanita. Kondisi jalan yang kurang baik semakin menambah berat perjuangan mereka. Untuk menggunakan rakit tersebut, pihak keluarga mempelai pria harus membayar biaya sewa sebesar Rp 500.000, yang dikumpulkan secara bersama-sama.

Usai akad nikah, tradisi mapparola, yaitu mengantar mempelai wanita ke rumah mempelai pria, kembali diwarnai dengan aksi menyeberangi sungai. Madi dan Musdalifah kembali menaiki rakit yang sama, dikelilingi keluarga dan kerabat yang setia mendampingi.

Kepala Desa Tapua, Ahmad, mengkonfirmasi bahwa jembatan sepanjang 35 meter yang menghubungkan dusun-dusun di wilayahnya hanyut terbawa banjir pada 21 Mei 2025, setelah hujan deras mengguyur. Putusnya jembatan tersebut menyebabkan empat dusun terisolir, yaitu Tapua, Pamombong, Pussendana, dan Sepang, yang dihuni oleh lebih dari 1.000 jiwa dari 200 kepala keluarga.

Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Warga berharap pemerintah daerah segera turun tangan untuk memperbaiki jembatan yang merupakan akses vital bagi kehidupan mereka. Peristiwa pernikahan Madi dan Musdalifah menjadi simbol betapa besar semangat dan tekad warga Polewali Mandar dalam menghadapi kesulitan. Di tengah keterbatasan dan bahaya, cinta dan harapan tetap bersemi.

Berikut adalah poin penting dari berita ini:

  • Pernikahan di tengah bencana: Pasangan pengantin di Polewali Mandar harus menyeberangi sungai dengan rakit karena jembatan putus akibat banjir.
  • Perjuangan rombongan pengantin: Rombongan pengantin pria harus antre dan bergantian menaiki rakit untuk mencapai rumah mempelai wanita.
  • Tradisi mapparola yang unik: Prosesi mengantar mempelai wanita ke rumah suami juga dilakukan dengan menyeberangi sungai.
  • Dampak putusnya jembatan: Empat dusun terisolir akibat jembatan hanyut terbawa banjir.
  • Harapan warga: Warga berharap pemerintah segera memperbaiki jembatan yang merupakan akses vital.

Semoga pernikahan Madi dan Musdalifah menjadi inspirasi bagi kita semua untuk tetap tegar dan optimis dalam menghadapi segala cobaan.