OJK Desak Bank Jambi Kembalikan Dana Nasabah yang Raib Akibat Fraud Rp7,1 Miliar
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) wilayah Jambi memberikan pernyataan tegas terkait kasus pembobolan dana nasabah yang melibatkan oknum mantan karyawan Bank Jambi. Lembaga pengawas industri keuangan tersebut menuntut agar seluruh dana nasabah yang hilang, dengan total mencapai Rp7,1 miliar, segera dikembalikan.
Juru bicara OJK Jambi, Agus, menyampaikan bahwa pihaknya telah menginstruksikan Bank Jambi untuk memprioritaskan pengembalian dana nasabah sebagai langkah utama dalam menangani dampak dari kasus fraud ini. Agus menambahkan, proses pengembalian dana saat ini sedang berjalan. Pihak berwenang juga telah berhasil mengamankan sebagian dana yang masih berada di rekening milik tersangka, Regina, mantan analis kredit Bank Jambi yang menjadi otak dari aksi pembobolan ini.
Dana yang berhasil diamankan tersebut akan disita dan dikembalikan kepada para nasabah yang menjadi korban. Sementara itu, sejumlah dana yang telah dibelanjakan oleh pelaku menjadi tanggung jawab penuh Bank Jambi untuk menggantinya. OJK menekankan pentingnya bagi Bank Jambi untuk mematuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Kepatuhan terhadap regulasi ini dinilai krusial untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
Direktur Utama Bank Jambi, H. Khairul Suhairi, dalam pernyataan terpisah, menyatakan komitmen penuh pihaknya untuk menjaga kepercayaan nasabah dan mematuhi seluruh ketentuan yang berlaku di sektor jasa keuangan. Khairul juga menegaskan bahwa Bank Jambi akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan terkait kasus ini.
Sebagai langkah antisipasi agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari, Bank Jambi telah mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan Regina dari jabatannya. Selain itu, pihak bank juga tengah melakukan evaluasi dan peningkatan terhadap sistem keamanan internal untuk melindungi data dan dana nasabah dari potensi ancaman fraud di masa mendatang.
Kasus ini bermula dari kecurigaan sejumlah nasabah yang pengajuan pinjamannya tak kunjung disetujui. Setelah dilakukan investigasi internal, terungkap bahwa dana pinjaman tersebut telah dicairkan, namun tidak sampai ke tangan nasabah yang bersangkutan. Modus operandi yang digunakan Regina adalah dengan memanfaatkan posisinya sebagai analis kredit untuk mengakses dan menguras dana dari 27 rekening tabungan nasabah selama periode 2023 hingga 2024.
Atas perbuatannya, Regina dijerat dengan Pasal 49 ayat 1 huruf A Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Ancaman hukuman maksimal untuk tindak pidana ini adalah 15 tahun penjara dan denda hingga Rp500 miliar. Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi industri perbankan untuk senantiasa meningkatkan kewaspadaan dan memperketat sistem pengawasan internal guna mencegah terjadinya tindak pidana fraud yang dapat merugikan nasabah dan mencoreng citra perbankan.