Polemik Ayam Goreng Widuran: Transparansi Label Nonhalal Berujung Penutupan Sementara

Kontroversi Label Nonhalal Guncang Rumah Makan Ayam Goreng Widuran

Rumah makan Ayam Goreng Widuran yang melegenda di Solo, Jawa Tengah, tengah menghadapi badai kontroversi setelah pengumuman mengejutkan terkait status nonhalal pada salah satu bahan baku yang digunakan. Pengakuan ini, yang muncul setelah lebih dari setengah abad beroperasi, sontak menuai kekecewaan mendalam di kalangan pelanggan setia.

Klarifikasi yang disampaikan melalui akun media sosial rumah makan tersebut mengungkap bahwa kremesan ayam, salah satu daya tarik utama hidangan mereka, menggunakan minyak nonhalal. Sementara itu, ayam goreng sendiri diolah menggunakan minyak kelapa merek Barco. Keterlambatan dalam penyampaian informasi ini menjadi pemicu utama reaksi negatif dari masyarakat.

"Pihak karyawan tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai. Klarifikasi mengenai label nonhalal baru muncul setelah isu ini ramai diperbincangkan melalui akun Instagram resmi," ungkap Nanang, salah seorang karyawan.

Sidak Wali Kota dan Penutupan Sementara

Gelombang protes publik memaksa Wali Kota Solo, Respati Ardi, untuk turun tangan langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada tanggal 26 Mei 2025. Karena pemilik rumah makan tidak berada di lokasi saat sidak, Respati menghubungi yang bersangkutan melalui sambungan telepon dan menginstruksikan penutupan sementara demi proses evaluasi menyeluruh oleh dinas terkait.

"Saya mengimbau untuk menutup sementara operasional rumah makan guna dilakukan penilaian ulang oleh OPD-OPD terkait aspek kehalalan dan ketidakhalalannya," tegas Respati.

Wali Kota juga menekankan pentingnya pengajuan sertifikasi resmi, baik halal maupun nonhalal, guna memastikan keterbukaan informasi kepada konsumen.

Hasil Uji Lab: Nonhalal, Namun Layak Konsumsi

Pemerintah Kota Solo mengambil langkah proaktif dengan mengirimkan sampel bahan makanan ke Laboratorium Veteriner milik Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah di Boyolali. Hasil uji laboratorium yang dirilis pada tanggal 3 Juni 2025 menunjukkan bahwa produk Ayam Goreng Widuran tidak mengandung unsur babi, namun tetap dikategorikan sebagai nonhalal.

Berdasarkan hasil uji tersebut, Pemkot Solo memberikan lampu hijau bagi rumah makan untuk kembali beroperasi, dengan catatan bahwa status nonhalal harus dicantumkan secara jelas dan mencolok di seluruh outlet dan platform media sosial yang digunakan.

"Jika tidak mengantongi sertifikasi halal, silakan sampaikan secara jujur bahwa produk tidak halal dan informasikan hal itu dengan jelas dan tegas," imbuh Respati.

Sertifikasi Halal Tidak Wajib, Asalkan Transparan

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Solo, Ahmad Ulin Nur Hafsun, menjelaskan bahwa sertifikasi halal bukanlah kewajiban mutlak, asalkan pelaku usaha secara terbuka menginformasikan status nonhalal produknya.

"Karena pemilik usaha telah menyatakan bahwa ayam gorengnya nonhalal, maka statusnya sudah jelas. Dalam situasi ini, proses sertifikasi halal tidak diperlukan," jelasnya.

Tidak Ada Sanksi, Kasus Pidana Gugur

Terlepas dari reaksi keras yang muncul, Pemkot Solo tidak menjatuhkan sanksi administratif maupun hukum kepada Ayam Goreng Widuran. Respati menjelaskan bahwa pemerintah kota tidak memiliki wewenang untuk menetapkan status halal atau memberikan sanksi kepada pelaku usaha.

"Pemkot tidak dapat memberikan sanksi apapun dan tidak memiliki hak untuk menyatakan halal atau tidak halal," tegasnya.

Kasus ini sempat dilaporkan ke pihak kepolisian oleh seorang warga bernama Mochammad Burhannudin, namun tidak berlanjut ke ranah pidana. Kasatreskrim Polresta Solo, AKP Prastiyo Triwibowo, menjelaskan bahwa laporan tersebut masuk dalam kategori administratif, bukan pidana.

"Secara pidana, kasus ini belum memenuhi unsur pidana karena ranahnya berada di pemerintah kota," jelas Prastiyo.

Ia merujuk pada Pasal 26 dan 27 UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang mewajibkan pelaku usaha untuk mencantumkan status halal jika memang mengklaim produknya halal. Namun, selama tidak ada klaim halal, pelaku usaha hanya akan dikenai sanksi administratif ringan—yang dalam kasus ini tidak diterapkan.

Kisah Ayam Goreng Widuran menjadi pelajaran berharga bagi para pelaku usaha kuliner tentang pentingnya transparansi sejak awal terkait status halal atau nonhalal produk yang ditawarkan. Hal ini bukan hanya tentang kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga tentang menjaga kepercayaan konsumen dan mencegah terjadinya kegaduhan di masyarakat.