Industri Teh Nasional Terancam: Upaya Revitalisasi Mendesak untuk Selamatkan Kejayaan Teh Indonesia
Industri Teh Indonesia di Persimpangan Jalan: Revitalisasi Mendesak untuk Mengembalikan Kejayaan
Data statistik teh tahun 2023 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan yang mengkhawatirkan dalam produksi teh nasional. Produksi teh tercatat sebesar 116.510 ton, mengalami penurunan sebesar 6,54 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tren penurunan ini telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir, dengan rata-rata penurunan sekitar 0,11 persen per tahun dalam kurun waktu 2018-2023.
Penurunan produksi ini merupakan akumulasi dari berbagai faktor yang mempengaruhi perkebunan teh di Indonesia. Perkebunan Rakyat (PR) menyumbang penurunan sebesar 48.690 ton, diikuti oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) sebesar 44.950 ton, dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) sebesar 22.870 ton. Penyebab utama penurunan ini adalah penyusutan luas areal perkebunan teh akibat alih fungsi lahan, serta rendahnya produktivitas kebun-kebun yang masih beroperasi.
Data menunjukkan bahwa luas areal perkebunan teh yang dikelola oleh PR mengalami penurunan dari 51.329 ha pada tahun 2019 menjadi 49.157 ha pada tahun 2023, atau berkurang sebanyak 2.172 ha. PBN juga mengalami penurunan yang signifikan, dari 37.205 ha pada tahun 2019 menjadi 26.976 ha pada tahun 2023, kehilangan 10.229 ha lahan perkebunan teh. PBS juga mengalami penurunan, meskipun tidak sebesar PR dan PBN, yaitu dari 22.851 ha pada tahun 2019 menjadi 21.428 ha, berkurang 1.423 ha.
Selain masalah penurunan produksi dan luas areal perkebunan, Indonesia juga menghadapi tantangan impor teh yang fluktuatif. Meskipun volume impor teh mengalami penurunan dari 16.326 ton pada tahun 2019 menjadi 9.596 ton pada tahun 2023, nilai impor teh tetap signifikan, mencapai 25,74 juta dollar AS. Tarif bea masuk impor teh yang rendah, hanya 20 persen, juga menjadi permasalahan tersendiri karena jauh lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh World Trade Organization (WTO) sebesar 40 persen. Hal ini dinilai merugikan petani teh lokal dan menggerus kesejahteraan mereka.
Di sisi lain, ekspor teh Indonesia juga mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2019, ekspor teh mencapai 42.811 ton dengan nilai 92,3 juta dollar AS, namun pada tahun 2023 turun menjadi 35.971 ton dengan nilai 69 juta dollar AS. Penurunan ini merupakan kelanjutan dari tren penurunan yang telah berlangsung sejak tahun 2000, dengan rata-rata penurunan sebesar 3,1 persen per tahun. Akibatnya, pangsa volume ekspor teh Indonesia di pasar global juga menurun tajam, dari 8 persen pada tahun 2000 menjadi hanya 1,6 persen pada tahun 2018.
Kondisi ini menunjukkan bahwa performa produksi dan produktivitas teh nasional berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh tata kelola perkebunan teh yang belum profesional dan modern. Oleh karena itu, revitalisasi menyeluruh perkebunan teh menjadi suatu keharusan untuk mencegah agar industri teh Indonesia tidak semakin terpuruk.
Revitalisasi kebun teh yang komprehensif diharapkan dapat mengembalikan kejayaan teh Indonesia di kancah internasional. Beberapa strategi yang dapat dilakukan antara lain:
- Penyusunan peta jalan (roadmap) yang komprehensif: Peta jalan ini harus mencakup perlindungan kebun-kebun produktif yang ada, kelembagaan, dan kerangka kerja pembangunan teh yang jelas.
- Percepatan peremajaan tanaman teh: Peremajaan tanaman teh harus dilakukan dengan menggunakan varietas unggul baru, pembiayaan lunak, dan insentif, terutama bagi Perkebunan Rakyat (PR).
- Modernisasi teknologi budidaya dan pendampingan: Modernisasi teknologi budidaya dan pendampingan harus diperluas, terutama pelatihan pengolahan pascapanen untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produk.
- Pengembangan produk teh olahan: Pengembangan produk teh olahan seperti teh celup, teh herbal, dan teh organik dengan merek yang kuat dan sertifikasi organik akan meningkatkan daya saing teh Indonesia.
- Penguatan koperasi dan kemitraan: Penguatan koperasi dan kemitraan dengan pelaku industri swasta diperlukan untuk menciptakan rantai nilai teh yang lebih adil dan menguntungkan petani.
Dengan implementasi strategi yang tepat dan dukungan agroklimat yang memadai, revitalisasi perkebunan teh dapat meningkatkan produksi dan produktivitas teh dalam jangka panjang. Selain itu, revitalisasi ini juga akan menjadi warisan budaya yang kuat dan ruang pemulihan serta pelestarian identitas lokal. Dengan demikian, teh Indonesia tidak hanya dapat kembali berjaya di pasar dunia, tetapi juga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi desa.