Bahaya Oversharing di Media Sosial: Ketika Validasi Diri Merugikan Orang Lain

Fenomena oversharing, atau berbagi informasi berlebihan, di media sosial kian mengkhawatirkan. Psikolog Klinis RSUD Wangaya Kota Denpasar, Nena Mawar Sari, mengingatkan bahwa kebiasaan ini, yang seringkali didorong oleh kebutuhan validasi diri, dapat membawa dampak negatif bagi orang lain.

Nena menjelaskan, oversharing seringkali muncul dari keinginan untuk dianggap peduli dan menjadi sumber informasi yang cepat. Kepuasan didapatkan ketika unggahan mendapat respons positif seperti likes, komentar, atau dibagikan ulang. Namun, di sinilah letak bahayanya. Batasan antara berbagi informasi dan melanggar privasi serta etika seringkali terabaikan.

Salah satu contoh yang disoroti adalah penyebaran foto-foto korban kecelakaan. Tindakan ini, menurut Nena, seringkali dilakukan demi mendapatkan perhatian tanpa memikirkan dampak traumatis bagi keluarga korban atau individu lain yang pernah mengalami kejadian serupa. Empati seharusnya menjadi landasan utama sebelum membagikan konten apapun di media sosial.

Mencegah Oversharing: Edukasi dan Batasan Empati

Langkah pencegahan oversharing perlu dimulai dengan edukasi diri tentang batasan empati. Masyarakat perlu memahami informasi apa saja yang pantas dan tidak pantas dikonsumsi publik. Edukasi ini juga harus ditanamkan kepada anggota keluarga, terutama anak-anak, agar mereka bijak dalam menggunakan media sosial.

Jika seseorang merasa terdampak negatif akibat konten oversharing, khususnya keluarga korban, Nena menyarankan untuk segera mencari bantuan profesional dari psikolog. Terapi dapat membantu memulihkan kondisi mental dan mengatasi trauma yang mungkin timbul akibat paparan konten tersebut.

Kasus viralnya foto-foto kecelakaan mahasiswa UGM beberapa waktu lalu menjadi contoh nyata dampak negatif oversharing. Unggahan yang memperlihatkan korban meninggal memicu kemarahan warganet, menunjukkan betapa pentingnya etika dan kehati-hatian dalam berbagi informasi di media sosial.

Dampak Psikologis dan Solusi

Oversharing bukan hanya sekadar masalah etika, tetapi juga memiliki konsekuensi psikologis yang serius. Bagi pelaku oversharing, kebiasaan ini dapat menjadi indikasi rendahnya harga diri dan ketergantungan pada validasi eksternal. Sementara bagi korban, paparan konten yang tidak pantas dapat menyebabkan trauma, kecemasan, dan depresi.

Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan kesadaran diri dan kemampuan untuk mengelola emosi. Sebelum membagikan sesuatu di media sosial, tanyakan pada diri sendiri: Apakah informasi ini penting? Apakah informasi ini akan menyakiti atau merugikan orang lain? Apakah saya membagikannya untuk alasan yang benar?

Selain itu, platform media sosial juga perlu meningkatkan upaya untuk memoderasi konten dan memberikan edukasi kepada pengguna tentang etika digital. Dengan kombinasi edukasi, kesadaran diri, dan regulasi yang tepat, diharapkan fenomena oversharing dapat diminimalkan dan media sosial dapat menjadi platform yang lebih positif dan bermanfaat bagi semua orang.

  • Edukasi Diri: Pahami batasan etika dan privasi sebelum berbagi informasi.
  • Berpikir Sebelum Berbagi: Pertimbangkan dampak emosional dari konten yang akan dibagikan.
  • Cari Bantuan Profesional: Jika merasa terganggu atau trauma akibat konten oversharing.
  • Moderasi Konten: Platform media sosial perlu meningkatkan pengawasan dan edukasi.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kita dapat menciptakan lingkungan media sosial yang lebih sehat dan bertanggung jawab.