Inisiatif Kontroversial Gubernur Jawa Barat: Reformasi Pendidikan Melalui 'Terapi Kejut'?
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menerapkan serangkaian kebijakan yang cukup mengundang perhatian, bahkan kontroversial, dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di provinsi tersebut. Kebijakan-kebijakan ini mencakup program barak militer, penerapan jam malam bagi pelajar, dan perubahan jadwal masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB.
Kebijakan ini menuai berbagai reaksi, seorang Analis Kebijakan Pendidikan, Prof. Cecep Darmawan, memberikan pandangannya. Menurutnya, kebijakan tersebut sebaiknya tidak dilihat sebagai tindakan yang terpisah-pisah, melainkan sebagai langkah awal yang komprehensif dalam pembentukan karakter anak secara holistik. Ia menyebutnya sebagai sebuah 'terapi kejut' jangka pendek yang bertujuan untuk memicu perbaikan mendasar.
Prof. Cecep menekankan pentingnya kolaborasi antara tiga pilar pendidikan: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ia mengingatkan bahwa efektivitas kebijakan seperti pendidikan di barak militer atau penerapan jam malam akan terbatas jika tidak didukung oleh nilai-nilai yang sama di lingkungan rumah dan sekolah. Sinkronisasi antara lingkungan pendidikan formal dan informal menjadi kunci keberhasilan jangka panjang.
- Peran Orang Tua: Orang tua diharapkan berperan aktif dalam membimbing anak-anak mereka, terutama setelah jam malam diberlakukan. Alih-alih bersikap acuh tak acuh, orang tua harus mendorong anak-anak untuk beristirahat lebih awal agar dapat bangun lebih pagi dan menjaga kesehatan.
- Peran Sekolah: Sekolah juga memiliki peran penting dalam memberikan program parenting yang berkelanjutan dan relevan dengan kebutuhan pembinaan anak. Anak-anak tetap membutuhkan bimbingan orang tua, dan sekolah harus memfasilitasi hal ini.
Kebijakan masuk sekolah pukul 06.30 WIB, menurut Prof. Cecep, dapat diinterpretasikan sebagai kritik konstruktif dari Gubernur kepada pemerintah kabupaten/kota. Tujuannya adalah untuk mendorong pemerintah daerah agar lebih memperhatikan akses pendidikan, transportasi, dan kenyamanan siswa saat berangkat ke sekolah. Pemerintah daerah diharapkan untuk berinvestasi dalam infrastruktur dan fasilitas publik yang mendukung mobilitas pelajar.
Walaupun keberhasilan penuh kebijakan ini belum dapat dipastikan, Prof. Cecep menyatakan optimisme bahwa implementasi yang terus diperbaiki, sinergi dengan pemangku kepentingan terkait, dan evaluasi berkala akan memberikan dampak positif jangka panjang terhadap kualitas SDM di Jawa Barat. Ia mengajak semua pihak untuk mendukung kebijakan ini sebagai pemicu perubahan positif, alih-alih hanya mencari-cari kekurangannya.
Prof. Cecep juga menggarisbawahi bahwa kebijakan-kebijakan ini sangat relevan dengan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Menurutnya, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya penguatan pendidikan karakter melalui habituasi, keteladanan, dan kegiatan ekstrakurikuler, intrakurikuler, serta kokurikuler. Tanggung jawab pendidikan karakter tidak hanya terletak pada pemerintah, tetapi merupakan tanggung jawab kolektif seluruh ekosistem pendidikan, mulai dari orang tua, guru, hingga masyarakat luas.