Menemukan Keseimbangan: Mengurai Obsesi Pekerjaan dan Meraih Makna Hidup yang Sejati
Dalam masyarakat modern yang serba cepat, ungkapan-ungkapan motivasi kerja seringkali terdengar menggema, seperti "Lakukan apa yang kamu cintai dan kamu tidak akan pernah bekerja sehari pun dalam hidupmu." Namun, di balik gemerlapnya ungkapan tersebut, tersembunyi realitas yang kompleks. Banyak individu merasa terjebak dalam rutinitas pekerjaan yang mencekik, kehilangan makna hidup di luar dunia profesional.
Simone Stolzoff, seorang jurnalis, mencoba mengupas fenomena ini dalam bukunya The Good Enough Job: Reclaiming Life from Work. Ia menyoroti bagaimana masyarakat modern cenderung mengagungkan pekerjaan, bahkan sampai mengidentifikasi diri dengan pekerjaan tersebut. Akibatnya, kebahagiaan menjadi sulit diraih, dan potensi kesuksesan pun terancam.
Jebakan 'Kerjaisme'
Stolzoff meneliti kehidupan pekerja kantoran di Amerika, negara yang mengalami tren peningkatan "workism" atau "kerjaisme". Di sana, pertanyaan "Apa kesibukanmu?" menjadi identitas diri, seolah-olah nilai seseorang ditentukan oleh pekerjaannya. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa orang kantoran sering mencari makna dan identitas mereka dalam pekerjaan, sehingga rentan terhadap kelelahan dan stres.
- Dampak Negatif:
- Tingkat kelelahan dan stres yang lebih tinggi.
- Penurunan tingkat fertilitas (seperti yang terjadi di Jepang).
- Rekor tinggi tingkat depresi dan kecemasan (terutama di kalangan anak muda Amerika).
- Jumlah kematian akibat kerja berlebihan yang lebih tinggi dibandingkan malaria secara global.
Bahkan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa karier lebih menentukan makna hidup seseorang daripada pasangan, iman, atau persahabatan. Ironisnya, remaja pun menganggap karier lebih penting daripada menghasilkan uang atau membantu orang lain.
Pekerjaan Bukanlah Segalanya
Stolzoff menekankan bahwa pekerjaan bukanlah panggilan hidup, melainkan hanya sebagian dari kehidupan. Pemujaan terhadap pekerjaan dapat menghilangkan identitas lain, seperti peran sebagai pasangan, orang tua, saudara, teman, atau warga negara.
Dahulu, jam kerja mengikuti siklus matahari dan musim. Namun, tekanan produktivitas modern telah mengubah segalanya. Stolzoff menganjurkan diversifikasi sumber identitas dan makna diri, sebagaimana investor mendiversifikasikan investasi mereka.
Konsep 'Cukup Baik'
Stolzoff mengadopsi konsep "cukup baik" dari psikoanalisis Donald Woods Winnicott, yang menekankan bahwa pendekatan orang tua yang terlalu menekankan kesempurnaan justru berdampak buruk bagi perkembangan anak. Konsep ini diterapkan pada dunia kerja, di mana idealisasi pekerjaan dapat menyuburkan hasrat obsesif dan harapan berlebih.
Melekatkan nilai diri pada pekerjaan adalah permainan berbahaya. Pengalaman "kurang sempurna" dapat dirasakan sebagai kegagalan. Stolzoff meyakinkan bahwa menyeimbangkan pekerjaan, identitas, makna, dan kebahagiaan adalah kunci untuk meraih kehidupan yang lebih memuaskan.
Rebut Kembali Hidupmu
The Good Enough Job mengajak kita untuk mendefinisikan ulang hubungan kita dengan pekerjaan, tanpa membiarkan pekerjaan mendefinisikan diri kita. Buku ini membantu kita melihat ketegangan antara bekerja dan hidup, serta membuat pilihan-pilihan sederhana yang mengutamakan kehidupan.
Stolzoff mendorong kita untuk tidak menjadi seperti yang diungkapkan psikoterapis Esther Perel, "Ada terlalu banyak orang yang memberikan versi terbaik diri mereka di tempat kerja, tetapi hanya membawa sisa-sisanya pulang ke rumah." Menjadi baik berarti menjadi cukup di mana dan kapan pun kita mengambil peran dalam hidup.
Pada akhirnya, kita akan menyadari bahwa kita bukan sekadar apa yang kita kerjakan. Kita bernilai lebih daripada status atau pekerjaan yang sering kita sematkan dalam diri kita. Sudah waktunya untuk merebut kembali kehidupan dan kebahagiaan kita.