Ekonom Pertanyakan Efektivitas dan Beban APBN dari Paket Stimulus Ekonomi Pemerintah
Pemerintah telah meluncurkan serangkaian paket stimulus ekonomi yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan meringankan beban masyarakat. Namun, langkah ini menuai tanggapan beragam dari kalangan ekonom.
Sejumlah ekonom mengkhawatirkan dampak fiskal dari lima paket insentif ekonomi yang mulai diberlakukan pada 5 Juni 2025. Paket stimulus tersebut meliputi:
- Diskon tarif transportasi umum
- Diskon tarif tol
- Bantuan sosial pangan
- Bantuan subsidi upah (BSU)
- Perpanjangan diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dari BPJS Ketenagakerjaan
Total biaya yang digelontorkan untuk kelima insentif ini mencapai Rp 24,44 triliun. Dari jumlah tersebut, APBN hanya menanggung Rp 223,59 miliar, sementara dua program lainnya didanai melalui skema non-APBN.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa alokasi anggaran tersebut tetap akan membebani APBN, terlebih pemerintah juga harus menghadapi utang jatuh tempo senilai Rp 178,9 triliun pada Juni 2025.
Bhima Yudhistira menyoroti bahwa keterbatasan ruang fiskal menjadi penyebab dibatalkannya rencana diskon tarif listrik 50 persen pada Juni-Juli 2025. Menurutnya, pembatalan tersebut tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan anggaran, tetapi juga oleh lemahnya koordinasi antar kementerian yang mengakibatkan proses penganggaran tidak selesai tepat waktu.
Pengamat Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, berpendapat bahwa pemberian stimulus tambahan justru semakin mempersempit ruang fiskal, mengingat pemerintah telah beberapa kali menggulirkan insentif serupa sejak awal tahun 2025.
Syafruddin Karimi juga menyoroti efektivitas stimulus dalam mendongkrak konsumsi masyarakat. Data pertumbuhan ekonomi Kuartal I 2025 menunjukkan perlambatan, dengan pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,87 persen, menurun dibandingkan dengan Kuartal I 2024 yang mencapai 5,11 persen. Konsumsi rumah tangga juga mengalami perlambatan, dengan pertumbuhan hanya 4,89 persen pada tiga bulan pertama 2025. Padahal, dua insentif telah dijalankan, termasuk diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari.
Dengan demikian, efektivitas stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi perlu dievaluasi lebih lanjut. Perlambatan konsumsi rumah tangga pada Kuartal I 2025 mengindikasikan bahwa paket stimulus sebelumnya belum cukup kuat untuk mengangkat daya beli secara signifikan.