Penurunan Penumpang Bus AKAP Ancam Industri, Operator Minta Dukungan Pemerintah

Industri Bus AKAP Terpukul Penurunan Penumpang

Industri transportasi bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) di Indonesia sedang menghadapi tantangan serius akibat penurunan jumlah penumpang yang signifikan. Kondisi ini memicu kekhawatiran di kalangan operator bus, yang kini mendesak pemerintah untuk memberikan bantuan.

Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan, mengungkapkan bahwa terjadi penurunan penumpang hingga 23% pada periode April-Mei 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini memperburuk kondisi yang sudah ada, di mana jumlah penumpang pada Lebaran 2025 juga mengalami penurunan sekitar 35% dibandingkan Lebaran tahun sebelumnya. Tren penurunan ini terus berlanjut hingga saat ini.

"Penurunan ini sangat memprihatinkan dan mengancam keberlangsungan industri bus AKAP," ujar Kurnia Lesani Adnan.

Faktor-faktor penyebab penurunan ini masih belum dapat diidentifikasi secara pasti. Namun, Kurnia Lesani Adnan menduga bahwa kelesuan ekonomi nasional turut berkontribusi terhadap penurunan tersebut. Ia juga menyoroti kebijakan pemerintah yang memberikan stimulus berupa diskon tarif untuk moda transportasi kereta api, kapal laut, dan pesawat terbang, namun tidak melibatkan transportasi bus AKAP.

"Kami merasa kebijakan ini tidak adil dan merugikan industri bus AKAP. Kami berharap pemerintah dapat memberikan perhatian yang sama kepada kami," kata Kurnia Lesani Adnan.

Keluhan Operator Bus Terhadap Kebijakan Pemerintah

Para operator bus AKAP juga mengeluhkan kebijakan pemerintah terkait tarif tol dan Bahan Bakar Minyak (BBM). Meskipun pemerintah memberikan stimulus berupa diskon tarif tol, namun hal ini dinilai tidak efektif dalam membantu industri bus AKAP. Kurnia Lesani Adnan menjelaskan bahwa kebijakan tersebut justru mendorong masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi.

"Diskon tarif tol justru membuat orang lebih memilih bepergian menggunakan kendaraan pribadi daripada naik bus," jelas Kurnia Lesani Adnan.

Selain itu, operator bus juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan BBM dan kenaikan pajak kendaraan bermotor angkutan umum. Kurnia Lesani Adnan menuding bahwa kebijakan barcode BBM di lapangan justru dimanfaatkan untuk praktik pungutan liar oleh operator SPBU. Sementara itu, pajak kendaraan bermotor angkutan umum naik dari 30% menjadi 60%, atau naik 100%.

"Kami merasa pemerintah tidak menganggap kami ada dan diperlukan. Tidak ada upaya apa pun untuk angkutan umum berbasiskan jalan raya dari pemerintah," tegas Kurnia Lesani Adnan.

Harapan Operator Bus AKAP

Dalam situasi yang sulit ini, operator bus AKAP sangat berharap adanya dukungan dari pemerintah. Mereka meminta pemerintah untuk memberikan stimulus yang adil dan merata kepada seluruh moda transportasi, termasuk bus AKAP. Selain itu, mereka juga berharap pemerintah dapat mengatasi masalah terkait BBM dan pajak kendaraan bermotor angkutan umum.

"Kami berharap pemerintah dapat mendengarkan keluhan kami dan memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah yang sedang kami hadapi," pungkas Kurnia Lesani Adnan.

Industri bus AKAP merupakan bagian penting dari sistem transportasi nasional. Jika industri ini terus mengalami penurunan, maka akan berdampak negatif terhadap perekonomian dan mobilitas masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah yang tepat untuk membantu industri bus AKAP agar dapat bertahan dan berkembang.