Pasar Baru Jakarta: Antara Kenangan Kejayaan dan Realitas Kelesuan Ekonomi
Jakarta, kota metropolitan yang tak pernah tidur, menyimpan jejak sejarah yang panjang dan berliku. Salah satu saksi bisu perjalanan waktu itu adalah Pasar Baru, sebuah kawasan perdagangan yang dulunya menjadi denyut nadi perekonomian Jakarta. Namun, potret Pasar Baru kini jauh berbeda dari masa jayanya.
Menyusuri jalanan Pasar Baru hari ini, yang terasa adalah aura kesunyian. Gapura bertuliskan "Batavia Passer Baroe 1820" masih berdiri kokoh, seolah menyambut pengunjung, tetapi lalu lalang manusia tak seramai dulu. Kendaraan bermotor sesekali melintas, memecah keheningan yang menyelimuti kawasan ini. Deretan ruko yang dulunya ramai dengan aktivitas jual beli, kini banyak yang tutup. Spanduk "Disewakan" dan "Dijual" terpampang di beberapa bangunan, menjadi pertanda bahwa roda ekonomi di Pasar Baru sedang tidak baik-baik saja.
Bangunan-bangunan tua dengan arsitektur khas Tionghoa dan Eropa masih berdiri, meski sebagian besar terlihat kusam dan tak terawat. Cat dinding memudar, atap triplek mengelupas, dan jendela-jendela dipenuhi debu. Kontras dengan bangunan-bangunan tua ini, berdiri sebuah bangunan modern, H. Residence Pasar Baru Square, seolah menjadi simbol perubahan zaman yang tak terhindarkan. Paving block yang melapisi jalanan pun mulai rusak, menambah kesan kumuh dan terbengkalai.
Namun, di tengah kelesuan ini, masih ada harapan. Beberapa pedagang setia membuka lapaknya, berusaha bertahan di tengah sulitnya perekonomian. Aminah, seorang pedagang perlengkapan ibadah yang telah berjualan di Pasar Baru selama lebih dari 30 tahun, menjadi salah satu contohnya. Ia dan pedagang lainnya, seperti Rudi, pemilik toko sepatu kulit, merasakan betul dampak penurunan omzet penjualan. Mereka berharap pemerintah atau pengelola kawasan dapat melakukan revitalisasi agar Pasar Baru kembali hidup dan menjadi pusat perdagangan yang ramai seperti dulu.
Pasar Baru kini menjadi simbol pergeseran zaman. Dari pusat perdagangan yang gemerlap menjadi lorong kenangan yang sepi, menanti sentuhan revitalisasi agar kembali bersinar.