Sorotan pada Efektivitas Job Fair: Antara Formalitas dan Peluang Nyata

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menanggapi berbagai kritik yang menyebutkan bahwa pelaksanaan job fair seringkali hanya menjadi kegiatan seremonial belaka. Menanggapi hal tersebut, beliau tidak sepenuhnya menampik adanya kemungkinan tersebut. Ia menyampaikan pernyataan ini di sela-sela acara Human Capital Summit 2025 yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan.

"Saya tidak bisa menyangkal sepenuhnya bahwa ada perusahaan yang menjadikan job fair sebagai formalitas. Namun, saya percaya upaya yang kita bangun bersama ini tetap diapresiasi oleh banyak pihak," ujar Yassierli.

Dalam kesempatan tersebut, Yassierli menekankan komitmen pemerintah untuk terus berupaya menyediakan akses lapangan kerja yang lebih mudah bagi masyarakat. Ia juga menegaskan pentingnya peran perusahaan dalam melaporkan lowongan pekerjaan yang tersedia.

"Perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan lowongan pekerjaan. Kami akan terus mengejar hal ini agar dapat mendistribusikan informasi tersebut kepada masyarakat yang sedang mencari pekerjaan," tegasnya.

Yassierli menambahkan bahwa job fair sebaiknya tidak diselenggarakan terlalu sering. Ia menekankan pentingnya persiapan yang matang, termasuk penyediaan layanan pengantar kerja, konsultasi karier, dan informasi mengenai peluang wirausaha. Menurutnya, job fair harus menjadi bukti kehadiran pemerintah dalam memfasilitasi pencari kerja dan pemberi kerja, bukan sekadar ajang formalitas dengan sedikit lowongan yang tersedia.

"Jika belum siap, sebaiknya jangan dilaksanakan. Beberapa perusahaan bahkan lebih memilih untuk melakukan walking interview langsung," imbuhnya.

Kritik terhadap efektivitas job fair semakin menguat setelah sebuah video viral di media sosial menyoroti job fair sebagai ajang pencitraan perusahaan dan pemenuhan target kinerja lembaga pemerintah. Narasi dalam video tersebut menyebutkan bahwa job fair hanyalah omong kosong di era digital ini, dan hanya digunakan untuk branding perusahaan serta kerjasama dengan dinas atau kementerian terkait demi mencapai Key Performance Indicator (KPI) kedinasan.

Namun, beberapa perusahaan yang berpartisipasi dalam job fair membantah anggapan tersebut. Mereka menegaskan bahwa keterlibatan mereka bukan sekadar formalitas belaka. Gilang Rizki, perwakilan dari PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), menyatakan bahwa BRI benar-benar mencari kandidat melalui job fair. Ia menyebutkan bahwa beberapa pelamar dari job fair sebelumnya berhasil direkrut dan menjadi pegawai BRI.

"Kami tidak menganggap job fair sebagai formalitas. Kami benar-benar mencari kandidat di sini. Beberapa peserta dari job fair sebelumnya bahkan sudah dipanggil dan sampai ke tahap teller. Kami murni mencari kandidat terbaik," ujar Gilang.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Ferri Ferdiawan, HRD Indomaret Jakarta 1. Ia memastikan bahwa setiap keikutsertaan Indomaret dalam job fair selalu disertai dengan lowongan pekerjaan yang nyata. Ferri menambahkan bahwa hasil rekrutmen juga dilaporkan secara berkala kepada Dinas Ketenagakerjaan.

"Setiap selesai melaksanakan job fair, kami membuat laporan secara berkala ke Dinas Ketenagakerjaan. Kami juga melaporkan ke panitia penyelenggara," pungkas Ferri.

Berikut adalah poin-poin penting yang dapat ditarik dari berita ini:

  • Menteri Ketenagakerjaan menanggapi kritik terhadap job fair yang dianggap hanya formalitas.
  • Pemerintah berkomitmen menyediakan akses lapangan kerja yang mudah.
  • Perusahaan membantah tudingan bahwa job fair hanya untuk pencitraan.