Strategi Adaptasi Generasi Muda dalam Menghadapi Tantangan KPR di Era Ekonomi Dinamis
Di tengah dinamika ekonomi yang terus berubah, generasi muda yang telah mengambil komitmen Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dituntut untuk beradaptasi dan mencari strategi agar pembayaran cicilan tetap stabil. Keseimbangan antara kewajiban KPR, kebutuhan keluarga, dan biaya hidup sehari-hari menjadi tantangan tersendiri yang membutuhkan perencanaan keuangan yang matang.
Ichsan, seorang warga Cisauk, Tangerang, yang berusia 30 tahun, berbagi pengalamannya dalam menghadapi KPR dengan sistem bunga floating. Ia mengakui bahwa cicilan KPR memberikan dampak signifikan pada pengeluarannya dan menyulitkan untuk menabung. Sebagai solusi, Ichsan memutuskan untuk mengambil pekerjaan sampingan (side job) di luar pekerjaan utamanya. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa penghasilannya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan bulanan, keluarga, dan cicilan KPR.
"Tentu (cicilan KPR) berdampak ke pengeluaran dan agak sulit menabung karena harus bayar cicilan. Strategi bertahan saat ini dengan mengambil side job di luar pekerjaan," ujar Ichsan.
Meski demikian, Ichsan merasa bersyukur karena belum merasakan tekanan yang terlalu berat dari cicilan KPR-nya. Ia mengambil KPR pada tahun 2018 melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI). Selama tiga tahun pertama, ia menikmati sistem bunga flat, sebelum akhirnya beralih ke sistem floating selama 17 tahun. Ichsan mengakui bahwa sejak awal, pihak bank telah memberikan informasi mengenai potensi kenaikan bunga cicilan. Hal ini memotivasinya untuk mempersiapkan diri dengan mencari penghasilan tambahan.
Hingga saat ini, cicilan KPR Ichsan telah berjalan selama tujuh tahun. Ia merasa masih mampu bertahan dan belum berencana untuk mengajukan restrukturisasi kepada pihak bank. Restrukturisasi KPR merupakan solusi yang ditawarkan oleh bank atau lembaga keuangan untuk membantu debitur yang kesulitan membayar cicilan dengan mengubah syarat-syarat pinjaman.
Ichsan juga belum mempertimbangkan untuk menjual rumahnya. Ia lebih memilih untuk fokus pada peningkatan pendapatan melalui side job agar kondisi keuangan keluarganya tetap stabil. Ia berharap pemerintah dapat menjaga tingkat suku bunga tetap rendah agar tidak memberatkan para pejuang KPR.
"Kalau tekanan mental sih belum saya rasakan. Hanya saja, saya berharap pemerintah menjaga suku bunga serendah mungkin agar tidak berdampak ke cicilan KPR yang sistemnya floating," tambahnya.
Lynda, seorang pejuang KPR lainnya yang berusia 30 tahun, memiliki rencana untuk melakukan restrukturisasi KPR. Namun, ia merasa perlu mempelajari lebih lanjut sebelum mengambil keputusan tersebut. Saat ini, Lynda juga mengambil langkah serupa dengan Ichsan, yaitu mencari side job di luar pekerjaan utamanya.
"Aku lagi berniat restrukturisasi, tapi aku perlu belajar dulu. Sekarang sih triknya lebih ke side job," tutur Lynda.
Lynda mengakui bahwa gajinya sebenarnya cukup untuk menutupi biaya hidup dan cicilan KPR. Namun, ia merasa perlu mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan tersier dan aktivitas sosialnya. Ia memulai KPR pada tahun 2020 melalui BRI dengan skema bunga flat selama dua tahun, kemudian beralih ke sistem floating.
"Cicilan awal Rp 2,3 juta, lalu naik terus. Sampai 2024 kemarin jadi Rp 2,7 juta. Aku berharap enggak naik lagi," kata Lynda.
Ia juga menambahkan bahwa sejak awal, BRI telah menjelaskan mengenai skema bunga flat yang akan berlanjut ke floating, termasuk potensi kenaikan dan mekanisme perhitungannya.
Di tengah isu pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak, Lynda merasa khawatir akan kemungkinan kehilangan pekerjaannya. Terlebih, tenor cicilan KPR-nya masih cukup panjang. Oleh karena itu, ia juga mempertimbangkan opsi menjual rumah jika sewaktu-waktu terkena PHK.
Lynda berharap pemerintah dapat menjaga stabilitas ekonomi nasional untuk mencegah para pejuang KPR mengalami gagal bayar. Ia juga berharap pihak bank lebih proaktif dalam menyosialisasikan skema cicilan yang dapat meringankan beban nasabah.
"Harapan ke pemerintah, jaga perekonomian agar pejuang KPR tidak gagal bayar. Sesimpel sembako dijaga harganya deh kalau enggak bisa yang skala besar," ungkap Lynda.
"Untuk bank, saat ini tidak bijak kalau menaikkan suku bunga. Kalau ada skema yang dapat meringankan nasabah, tolong disosialisasikan dengan baik," tambahnya.
Kisah Ichsan dan Lynda mencerminkan bagaimana generasi muda berjuang untuk mempertahankan KPR di tengah tantangan ekonomi. Adaptasi, perencanaan keuangan yang matang, dan dukungan dari pemerintah serta lembaga keuangan menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi dinamika KPR.