Pelestarian Legong Peliatan: Dedikasi Agung Oka dalam Menjaga Warisan Maestro Mandera
Di tengah gemerlap seni tradisi Bali yang terpancar dari Balerung Mandera Srinertya Waditra, Banjar Teruna Peliatan, Ubud, Gianyar, Anak Agung Oka Dalem dengan penuh khidmat melanjutkan legasi agung yang diwariskan oleh sang ayah, Anak Agung Gde Ngurah Mandera, seorang maestro Legong dan Kebyar Peliatan yang namanya telah mendunia.
Lebih dari sekadar meneruskan tradisi, Agung Oka di usianya yang ke-72 tahun, dengan semangat membara membimbing generasi muda dalam mendalami seni dan tradisi Bali, khususnya Legong dan Kebyar Peliatan. Setiap gerakannya, selaras dengan irama gamelan, memancarkan energi seolah usia tak mampu membendung kecintaannya pada seni tari. Dedikasi ini merupakan cerminan dari pengabdian sang ayah yang hingga akhir hayatnya pada tahun 1986, tetap aktif berkarya, bahkan hingga ke mancanegara.
"Ayahanda telah menggeluti seni tari sejak usia dini. Pada tahun 1931, beliau mewakili Indonesia dalam ajang Paris Expo. Beliau adalah pelopor Legong dan Kebyar Peliatan," ungkap Agung Oka dengan penuh kebanggaan.
Legong Peliatan memegang peranan krusial dalam khazanah kesenian Bali. Agung Oka menekankan bahwa pakem atau standar yang telah ditetapkan sejak awal tetap dipertahankan hingga saat ini. Perubahan yang ada pun sangat minim, menjaga keaslian dan ciri khas tarian ini.
"Di sini, kami menjaga kontinuitas dan keberlanjutan. Tidak pernah ada kata putus. Generasi demi generasi terus melestarikan, sehingga tercipta ciri khas yang membedakan Legong Peliatan dari yang lain," jelas Agung Oka, sambil sesekali memperagakan gerakan Legong khas Peliatan.
Menurut Agung Oka, keunikan Legong Peliatan terletak pada agem atau posisi dasar yang lebih cengked, dengan dagu diangkat setinggi empat jari. Gerakan tubuh pun harus menyerupai angka 8, sebuah ciri khas yang terus dijaga dan dilestarikan.
Walaupun berprofesi sebagai seorang arsitek, panggilan hati dan keinginan untuk meneruskan jejak sang ayah mengantarkan Agung Oka untuk sepenuhnya mengabdikan diri pada seni tari Bali. "Sejak dulu, saya selalu mendengar alunan gamelan dan menyaksikan latihan tari. Kepergian ayahanda, seorang maestro yang dikenal dunia, meninggalkan kekosongan yang mendalam. Kami merasa kehilangan yang tak terhingga," tuturnya.
Sama seperti yang dilakukan ayahnya, Agung Oka tidak mengenakan biaya apapun dalam melatih menari. Dedikasinya tulus, semata-mata untuk melestarikan warisan seni yang tak ternilai harganya. "Harapan saya ke depan, selama masih diberikan kesempatan, saya akan terus berkarya, mengabdi, dan memberikan bekal kepada generasi muda. Agar jejak ayahanda tetap abadi dan menjadi inspirasi."
Untuk mengabadikan jejak sang maestro dan menjadikannya sumber pembelajaran, Agung Oka bersama I Wayan Dibia menulis buku berjudul Sang Maestro Legong dan Kebyar (Satya Bela Wira), Penjelajah Dunia dari Bali. Buku ini rencananya akan diluncurkan pada 9 Juni 2025. Balerung Mandera Srinertya Waditra sendiri telah melanglang buana, menampilkan keindahan Legong Peliatan di berbagai negara, termasuk Australia, Mexico, Jepang, Amerika Serikat, Moscow, India, Vietnam, dan Korea Utara.