Trauma Masa Kecil: Studi Ungkap Korelasi antara Pelecehan Anak dan Risiko Kecanduan di Usia Remaja
Remaja yang mengalami pelecehan di masa kanak-kanak berpotensi mengalami masalah kecanduan di kemudian hari. Temuan ini muncul dari sebuah studi yang dilakukan di Tiongkok, yang menyoroti dampak jangka panjang dari pengalaman traumatis di usia dini.
Studi tersebut, yang melibatkan lebih dari 1.600 siswa sekolah menengah atas (SMA) di Provinsi Zhejiang, meneliti hubungan antara pelecehan masa kecil dengan kecenderungan perilaku adiktif, seperti merokok, konsumsi alkohol, dan kecanduan internet. Para peneliti, yang dipimpin oleh Zhengyi Liu dan Yunyi Xiao, menerbitkan hasil penelitian mereka dalam Journal of Affective Disorders.
Dalam penelitian ini, siswa kelas 10 dan 11, dengan rentang usia 15 hingga 19 tahun, diminta untuk mengisi serangkaian kuesioner. Kuesioner tersebut dirancang untuk mengukur berbagai aspek, termasuk:
- Pengalaman Pelecehan Masa Kecil: Menggunakan Childhood Abuse Questionnaire untuk mengidentifikasi berbagai bentuk pelecehan yang mungkin dialami peserta di masa lalu.
- Tingkat Impulsivitas: Mengukur kecenderungan peserta untuk bertindak tanpa berpikir panjang menggunakan Dual-Mode of Self-Control Scale.
- Tingkat Iritabilitas: Menilai seberapa mudah peserta merasa jengkel atau marah dengan Brief Irritability Scale.
- Kebiasaan Adiktif: Mengidentifikasi kecenderungan terhadap perilaku adiktif, seperti merokok, minum alkohol, dan penggunaan internet berlebihan menggunakan Internet Addiction Disorder Diagnostic Scale.
Pelecehan pada anak dalam studi ini didefinisikan secara luas, meliputi berbagai bentuk perlakuan buruk atau mengancam, termasuk:
- Pelecehan Fisik: Tindakan yang menyebabkan cedera atau rasa sakit fisik.
- Pelecehan Emosional: Perlakuan yang merendahkan, menolak, atau mengkritik anak secara terus-menerus.
- Pelecehan Seksual: Setiap tindakan seksual yang melibatkan anak-anak.
- Pengabaian (Neglect): Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak, seperti makanan, tempat tinggal, perawatan medis, pendidikan, dan dukungan emosional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang melaporkan mengalami pelecehan di masa kecil memiliki skor yang lebih tinggi pada skala impulsivitas dan iritabilitas. Selain itu, mereka juga menunjukkan kecenderungan yang lebih besar terhadap perilaku adiktif.
Para peneliti berteori bahwa pelecehan masa kecil dapat meningkatkan tingkat impulsivitas dan iritabilitas seseorang, yang pada gilirannya meningkatkan risiko perilaku adiktif di masa remaja. Analisis statistik mendukung teori ini, menunjukkan bahwa impulsivitas dan iritabilitas berperan sebagai mediator antara pelecehan masa kecil dan perilaku adiktif.
Namun, para peneliti juga mencatat bahwa impulsivitas dan iritabilitas tidak sepenuhnya menjelaskan hubungan antara pelecehan masa kecil dan perilaku adiktif. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lain, seperti dukungan sosial, mekanisme koping, dan faktor genetik, juga dapat berperan.
Para peneliti mengakui bahwa studi mereka memiliki keterbatasan. Data dikumpulkan melalui laporan pribadi, yang rentan terhadap bias memori dan ketidakakuratan. Selain itu, studi ini bersifat korelasional, yang berarti tidak dapat membuktikan hubungan sebab-akibat antara pelecehan masa kecil dan perilaku adiktif.
Kendati demikian, temuan studi ini memberikan wawasan penting tentang dampak jangka panjang dari pelecehan pada anak. Temuan ini juga menggarisbawahi pentingnya intervensi dini dan layanan dukungan untuk anak-anak yang telah mengalami pelecehan.