Peraturan Umrah Diperketat: Dampak pada Biaya dan Prosedur di Tahun 2025
Otoritas Arab Saudi memberlakukan serangkaian aturan baru yang lebih ketat terkait penyelenggaraan ibadah umrah. Kebijakan ini dijadwalkan mulai berlaku pada 14 Dzulhijjah 1446 H, bertepatan dengan tanggal 10 Juni 2025. Fokus utama dari aturan ini adalah penataan akomodasi penginapan bagi jemaah umrah, khususnya setelah berakhirnya musim haji.
Implementasi aturan baru ini telah disosialisasikan kepada para pengusaha penyelenggara perjalanan umrah. Langkah ini dianggap krusial untuk meminimalisir dampak negatif yang mungkin timbul akibat perubahan regulasi, terutama terkait dengan potensi kenaikan biaya perjalanan umrah.
Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI), Zaky Zakaria Anshary, menyampaikan bahwa ada kemungkinan biaya umrah akan mengalami peningkatan pada musim mendatang, tepatnya di bulan Juni 2025. Hal ini disebabkan oleh keharusan pembelian program umrah melalui sistem yang baru.
Sebagai gambaran, biaya umrah saat ini, sesuai dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1021 tahun 2023 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah (BPIU), adalah sebesar Rp 23 juta. Biaya referensi ini diterbitkan pada tanggal 10 November 2023. Sementara itu, perkiraan biaya umrah minimal menurut pengusaha adalah berkisar antara Rp 23 hingga 25 juta.
Poin-poin Utama Aturan Baru Umrah 2025:
- Izin Hotel: Hotel yang digunakan untuk menginap jemaah umrah wajib memiliki izin resmi dan terdaftar aktif di Kementerian Pariwisata Arab Saudi.
- Kesesuaian Program: Program umrah yang ditawarkan harus sesuai dengan pemesanan hotel yang telah dilakukan untuk jemaah.
- Platform Nusuk: Pemesanan hotel, baik melalui perusahaan eksternal maupun langsung dengan pihak hotel, harus mencantumkan perjanjian booking dalam platform Nusuk dan mendapatkan persetujuan dari pihak hotel.
- Kepatuhan: Seluruh calon jemaah dan pengusaha perjalanan umrah diwajibkan untuk mematuhi aturan ini demi kelancaran proses pembuatan visa dan menjamin keamanan serta keselamatan jemaah umrah.
Sebelumnya, proses pengajuan visa umrah hanya memerlukan pencantuman Booking Reference Number (BRN) untuk setiap jemaah. Namun, sistem ini dinilai rentan terhadap manipulasi, seperti pemesanan hotel yang tidak sesuai dengan kebutuhan jemaah atau program yang ditawarkan. Untuk mengatasi celah tersebut, otoritas Saudi memberlakukan kewajiban izin tasreh dan memasukkan data pemesanan hotel ke dalam platform Nusuk. Dengan demikian, pihak hotel harus menyatakan kesediaan dan kemampuannya untuk melayani jemaah umrah hingga seluruh rangkaian ibadah selesai dilaksanakan.
Izin hotel bagi jemaah umrah, atau yang biasa disebut tasreh, dikeluarkan oleh otoritas sipil Saudi (Difa' Madani) dan pemerintah daerah setempat. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan bagi jemaah umrah dari seluruh dunia.