Kejagung Prioritaskan Hak Pekerja dan Negara dalam Penanganan Aset Sritex

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil langkah strategis dalam penanganan aset PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang tengah berada dalam proses kepailitan. Korps Adhyaksa akan memprioritaskan pemenuhan hak-hak pekerja dan pemulihan kerugian keuangan negara yang timbul akibat kasus korupsi, sebelum aset tersebut dilikuidasi oleh kurator.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penegakan hukum dalam kasus korupsi yang menjerat Sritex berjalan seiring dengan upaya melindungi hak-hak pekerja dan pihak-pihak lain yang terdampak kepailitan perusahaan tekstil tersebut.

"Saat ini proses kepailitan sedang berjalan, dan prioritas kami adalah menyelesaikan hak-hak pekerja. Penegakan hukum terkait korupsi juga terus berjalan," ujar Harli di Gedung Penkum Kejaksaan Agung, Jakarta.

Saat ini, tim penyidik Kejagung tengah melakukan inventarisasi aset-aset Sritex, memilah mana yang termasuk dalam kategori aset kepailitan dan mana yang terkait langsung dengan tindak pidana korupsi. Harli berharap kurator dapat bekerja secara efektif dan menghindari potensi masalah baru dalam proses penanganan aset ini.

Kasus korupsi yang melibatkan pemberian kredit kepada Sritex telah menyeret sejumlah pihak sebagai tersangka, termasuk Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, serta beberapa pejabat bank. Pinjaman dari Bank Jabar Banten (BJB) dan Bank DKI, yang mencapai total Rp 692 miliar, telah ditetapkan sebagai kerugian negara akibat gagal bayar.

Berdasarkan data yang dihimpun, total kredit macet Sritex mencapai Rp 3,58 triliun, yang berasal dari berbagai bank daerah dan bank pemerintah. Penyidik masih terus menelusuri dasar pemberian kredit dari bank-bank tersebut. Diketahui, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) memberikan kredit sebesar Rp 395,6 miliar. Selain itu, sindikasi bank yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total Rp 2,5 triliun.

Saat ini, status Bank Jateng, Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI masih sebagai saksi. Sementara itu, BJB dan Bank DKI telah terbukti melakukan tindakan melawan hukum dalam pemberian kredit kepada Sritex.

Para tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mereka saat ini ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung untuk kepentingan penyidikan.

Berikut adalah daftar kreditur Sritex :

  • Bank Jabar Banten (BJB)
  • Bank DKI
  • Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng)
  • Bank BNI
  • Bank BRI
  • LPEI