Ekspor Beras ke Malaysia: Mentan Bantah Strategi Atasi Penumpukan Impor Bulog
Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan klarifikasi terkait rencana ekspor 24.000 ton beras ke Malaysia. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menepis anggapan bahwa langkah ini semata-mata ditujukan untuk mengatasi penumpukan beras impor di gudang Perum Bulog.
Menurut Mentan Amran, stok beras di gudang Bulog memang mengalami peningkatan signifikan. Data terkini menunjukkan angka mencapai 4.052.888 ton. Jumlah ini merupakan akumulasi dari serapan beras petani lokal sejak awal tahun 2025 serta sisa pasokan beras dari tahun 2024 yang mencapai 1,7 juta ton. Perlu dicatat, sisa beras tahun lalu tersebut sebagian berasal dari pengadaan dalam negeri dan sebagian lagi merupakan beras impor.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), realisasi impor beras oleh Bulog hingga Desember 2024 mencapai 3.900.499 ton. Volume ini melampaui target yang ditetapkan pemerintah untuk tahun lalu, yaitu sebesar 3,6 juta ton. Mentan Amran menegaskan bahwa ekspor beras ke Malaysia bukan semata-mata didorong oleh penumpukan beras impor.
"Saya ingin meluruskan informasi ini dengan data yang akurat dari Bulog. Kita harus objektif dalam melihat persoalan ini. Mari kita lihat data pengadaan beras dalam negeri pada bulan Januari. Apakah lebih tinggi dari impor? Ini beras dalam negeri, benar kan? Kita sepakat ya," ujar Mentan Amran di Gedung Kementan, Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Mentan Amran menyoroti peningkatan signifikan dalam pengadaan beras dalam negeri. Dalam kurun waktu lima bulan, jumlahnya telah mencapai 2,4 juta ton. Sebagai perbandingan, pada tahun-tahun sebelumnya, pengadaan beras hanya berkisar antara 1 juta hingga 1,2 juta ton, bahkan pernah menyentuh angka 900.000 ton. Ia menekankan bahwa kinerja pemerintahan saat ini menunjukkan peningkatan yang signifikan di sektor pertanian.
"Baru 5 bulan sudah 2,4 juta ton. Dulu, ini 1 tahun, 1 juta ton sampai 1,2 juta ton, bahkan 900.000 ton. Bagus gak kinerja sekarang pemerintahan? Jadi bukan pertanian saja, kita semua," paparnya.
Mengenai sisa pasokan beras tahun lalu yang mencapai 1,7 juta ton, Mentan Amran meminta agar isu ini tidak perlu diperdebatkan lebih lanjut. Ia menjelaskan bahwa stok tersebut terdiri dari serapan beras petani lokal dan beras impor. Yang terpenting, menurutnya, stok awal beras saat ini sudah mencapai 4 juta ton dalam kurun waktu lima bulan, sebuah pencapaian yang signifikan.
"Oke, ini perhatikan, ini 1,7 juta ton benar gak? Sisa beras mau impor mau dalam negeri terserah. 2 juta, tapi tidak pernah 3 juta. Paham maksudku? Kan ada yang pelintir lagi, ini 2 juta, ini 1,8, tidak pernah 3 juta. Ini 1,7, stok awal baru 5 bulan sudah 4 juta, tinggi gak? Nah, di sini selalu polimikan yang 1,7. Kan selalu ada stok akhir kan? Ini pernah 2 juta," beber dia.
Sebelumnya, Koordinator Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menduga bahwa ekspor beras ke Malaysia merupakan upaya untuk mengurangi timbunan beras impor di gudang Bulog.
"Apakah ini strategi untuk mengurangi penumpukan beras sisa impor yang tahun lalu yang cukup besar ya? Cadangan yang di Bulog sekarang itu, sebagian kan sisa impor tahun lalu, 1,8 juta ton kalau nggak salah atau 1,2 juta ton, sekitar itu angkanya," ujar Said.
Said Abdullah juga menyoroti kebijakan Bulog yang membeli beras dari petani tanpa pembatasan kualitas. Hal ini dinilai turut mempengaruhi cadangan beras di gudang Bulog. Akibatnya, Bulog disebut kebingungan dalam menyalurkan pasokan beras ke pasar dalam beberapa bulan terakhir.
"Memang kebijakan Bulog yang terakhir yang membeli beras dari petani tanpa pembatasan kualitas itu kan juga cukup besar ya, mempengaruhi cadangan beras (CBP) di gudang Bulog gitu ya," ungkapnya.
Menurutnya, Bulog mengalami kesulitan dalam melepas stok beras lama karena risiko kerusakan. Bahkan, sempat muncul isu penjualan beras murah untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah saat ini tengah mencari solusi untuk mengelola penumpukan beras di Bulog. Di sisi lain, Bulog menghadapi tantangan dalam bersaing di pasar domestik, terutama setelah pemerintah mengintensifkan program bantuan pangan sejak tahun 2024.
Selain itu, Bulog juga dituntut untuk mampu bersaing di pasar ekspor. Meskipun belum ada informasi mengenai produsen beras mana yang akan diizinkan untuk mengekspor beras ke Malaysia, tugas ini tampaknya diemban oleh Bulog.
Said Abdullah berpendapat bahwa peluang ekspor beras sebesar 24.000 ton tidak dimanfaatkan oleh sektor swasta karena adanya perbedaan harga antara pasar domestik dan internasional. Harga beras di Indonesia cenderung lebih tinggi dibandingkan harga di pasar global, sehingga ekspor dinilai kurang menguntungkan bagi produsen swasta. Sebaliknya, impor beras dianggap lebih menguntungkan.
"Saya kira kalau kita membandingkan ya disparitas harga antara nasional dengan international price di konteks beras gitu ya, sebenarnya kan harga beras di kita cenderung lebih tinggi dibandingkan harga internasional, makanya tidak heran kalau ada semangat orang untuk mengimpor sebenarnya," tutur dia.
"Karena margin-nya cukup besar, nah kalau sekarang apa namanya, saya sejujurnya tidak terlalu yakin apakah private sector di sektor perberasan di situasi yang dipandang sebagai berlebih ini mau melakukan ekspor gitu," ucap Said.