Penantian Panjang Perda Disabilitas di Pematangsiantar: Hak-Hak Penyandang Disabilitas Belum Terpenuhi
Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, masih menghadapi tantangan besar dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Keterbatasan aksesibilitas pada fasilitas umum, pendidikan inklusif, dan layanan kesehatan yang memadai menjadi keluhan utama yang disuarakan oleh komunitas disabilitas setempat.
Forum Peduli Disabilitas Sumatera Utara, yang mewakili berbagai kelompok disabilitas, telah berupaya memperjuangkan hak-hak tersebut dengan mengajukan draf Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Disabilitas kepada Komisi I DPRD Pematangsiantar. Ironisnya, draf ini telah diajukan sejak empat tahun lalu, namun hingga kini belum disahkan menjadi Perda.
Edi Jason Saragih, perwakilan forum, menyampaikan kekecewaannya atas lambatnya proses legislasi ini. Ia menjelaskan bahwa forum tersebut melibatkan 20 lembaga yang mewakili beragam jenis disabilitas. Menurutnya, penyandang disabilitas di Pematangsiantar mencapai 10% dari total populasi, sebuah angka yang signifikan dan membutuhkan perhatian serius dari pemerintah daerah.
"Kami berharap Pematangsiantar dapat mencontoh kota-kota lain yang telah memiliki Perda Disabilitas," ujar Edi. "Dengan adanya Perda, pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dapat dipercepat. Kami siap dilibatkan dalam penyusunan Ranperda ini agar sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan."
Ranperda yang diajukan mencakup berbagai aspek penting, termasuk hak dan kebutuhan penyandang disabilitas fisik, intelektual, mental, dan sensorik. Forum berharap Pematangsiantar dapat menjadi kota yang inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas, sejalan dengan predikatnya sebagai kota toleran kelima di Indonesia.
Sahrul Dalimunthe, seorang penyandang disabilitas daksa, menyoroti minimnya aksesibilitas fasilitas umum bagi pengguna kursi roda. Ia menceritakan kesulitan yang dialaminya saat mengunjungi bank atau tempat wisata. Bahkan, untuk menghadiri acara di Lapangan Adam Malik pun, ia tidak memiliki akses yang memadai.
Citra Sipayung menambahkan bahwa belum tersedianya fasilitas jalan khusus untuk tunanetra, toilet khusus disabilitas, dan sekolah inklusi menjadi kendala besar bagi penyandang disabilitas. Ia menyoroti kurangnya fasilitas audio dan buku braille di sekolah-sekolah, serta minimnya guru yang memiliki kompetensi dalam menangani siswa dengan disabilitas.
Tiodor, seorang ibu dari anak tunarungu, berbagi pengalaman pahit anaknya yang pernah ditolak di sekolah umum meskipun memiliki kemampuan intelektual yang setara dengan anak-anak seusianya. Saat ini, anaknya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB), namun sayangnya, para guru di sana belum menguasai bahasa isyarat.
Erlina Sinaga dari Yayasan Rumah Ramah Anak Berkebutuhan Khusus (RRABK) menekankan pentingnya pendataan resmi terhadap anak-anak disabilitas. Ia menyoroti kurangnya akses pendataan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), terutama dalam hal pemberdayaan anak disabilitas. Ia juga mempertanyakan bagaimana nasib penyandang disabilitas yang tidak memiliki orang tua.
Menanggapi aspirasi dari Forum Peduli Disabilitas Sumut, Ketua Komisi I DPRD Pematangsiantar, Robin Manurung, menyatakan bahwa pihaknya akan membawa draf Ranperda tersebut ke Badan Pembentukan Perda dan pimpinan DPRD. Ia berjanji akan mengawasi proses legislasi ini agar Perda Disabilitas dapat disahkan secepatnya, baik tahun ini maupun tahun depan.
Robin Manurung menegaskan bahwa pembentukan Perda Disabilitas sangat penting untuk menjamin kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas. Ia berharap wali kota yang baru dapat memberikan perhatian lebih terhadap isu ini, mengingat kurangnya perhatian dari wali kota sebelumnya.
Daftar Keluhan dan Harapan:
- Kurangnya aksesibilitas fasilitas umum
- Minimnya sekolah inklusi
- Keterbatasan layanan kesehatan
- Belum adanya pendataan resmi penyandang disabilitas
- Harapan akan Perda Disabilitas yang komprehensif
- Keterlibatan komunitas disabilitas dalam penyusunan Ranperda
- Peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang disabilitas
Perjuangan komunitas disabilitas di Pematangsiantar untuk mendapatkan hak-hak mereka masih panjang. Diharapkan, dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah dan DPRD, Perda Disabilitas dapat segera disahkan dan diimplementasikan secara efektif, sehingga Pematangsiantar dapat menjadi kota yang benar-benar inklusif dan ramah bagi semua warganya.