Stimulus Ekonomi Prabowo: Mampukah Sentuh Kelas Menengah yang Terjepit Deflasi?

Pemerintah telah mengumumkan serangkaian langkah stimulus ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Paket kebijakan yang terdiri dari lima poin utama ini meliputi diskon transportasi, keringanan tarif tol, peningkatan alokasi dana bantuan sosial (bansos), pemberian Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan perpanjangan masa diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa stimulus ini diharapkan dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan memperkuat stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Pengumuman ini disampaikan di Istana Negara pada Senin, 2 Juni 2025.

Namun, efektivitas stimulus ini diragukan oleh beberapa pihak. Salah satu faktor yang menjadi sorotan adalah pembatalan diskon tarif listrik yang semula direncanakan berlaku pada bulan Juni dan Juli 2025. Menurut Sri Mulyani, pembatalan ini disebabkan oleh kendala dalam proses penganggaran yang mengakibatkan kebijakan tersebut tidak dapat diimplementasikan sesuai jadwal.

Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, berpendapat bahwa paket kebijakan ekonomi yang ada saat ini lebih banyak menyasar kelompok ekonomi bawah, sementara kelas menengah dinilai kurang mendapatkan manfaat yang signifikan. Ia menekankan perlunya stimulus tambahan yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di kalangan menengah.

Tauhid mengusulkan agar pemerintah fokus pada kebijakan yang merangsang sektor padat karya, seperti pembukaan lapangan kerja baru. Langkah ini dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan perputaran uang di dalam negeri dan mengurangi dampak deflasi yang sedang melanda Indonesia.

"Enam paket stimulus itu cukup untuk bantalan kelas bawah, tapi untuk kelas menengah kurang. Jadi stimulus yang diperlukan adalah stimulus di bidang infrastruktur dan padat kerja termasuk stimulus tambahan untuk sektor industri karena itu yang menyerap lapangan kerja paling banyak," kata Tauhid.

Deflasi, yang mencapai 0,37% pada Mei 2025 secara bulanan (mtm), menjadi perhatian serius. Ini merupakan deflasi ketiga yang dialami Indonesia tahun ini, setelah sebelumnya terjadi pada Januari (-0,76%) dan Februari (-0,48%). Para pengamat ekonomi mengaitkan fenomena ini dengan kehati-hatian masyarakat dalam membelanjakan uang, akibat kondisi ekonomi yang sulit dan ketidakpastian yang dipicu oleh gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor.

Untuk membahas lebih lanjut mengenai tantangan ekonomi Indonesia dan upaya pemerintah dalam menahan laju PHK, Editorial Review akan menghadirkan Pengamat Ketenagakerjaan UGM, Tadjudin Noor Effendi, dan Ekonom INDEF, Tauhid Ahmad.

Berita Lain:

  • Brebes: Kasus pembunuhan seorang wanita bernama Santi (22) oleh mantan suaminya, Wantio (28), berhasil diungkap oleh Polres Brebes. Wantio berhasil ditangkap setelah menjadi buron selama seminggu.
  • Internasional: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi memindahkan keanggotaan Indonesia dari Kawasan Asia Tenggara (SEARO) ke Kawasan Pasifik Barat (WPRO). Keputusan ini diambil dalam Sidang World Health Assembly (WHA) ke-78 di Jenewa, Swiss. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kerjasama kesehatan lintas kawasan dan memperluas jaringan kolaborasi dalam penanganan isu-isu kesehatan masyarakat.

Berita-berita hangat lainnya dapat disaksikan secara langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 15.30-18.00 WIB, di 20.detik.com dan TikTok detikcom.