Perebutan Kursi Sekda Banten Memanas: Adu Gagasan Digelar, Transparansi Jadi Sorotan

Pemerintah Provinsi Banten tengah disibukkan dengan proses seleksi untuk mengisi posisi Sekretaris Daerah (Sekda) yang definitif. Lima nama pejabat tinggi kini bersaing ketat untuk menduduki jabatan strategis tersebut. Mereka adalah:

  • Nana Supiana (Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Banten)
  • Komarudin (Asisten Daerah I Pemprov Banten)
  • Rina Dewiyanti (Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Banten)
  • Sitti Ma’ani Nina (Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan, dan Keluarga Berencana Provinsi Banten)
  • Deden Apriandhi Hartawan (Sekretaris DPRD Provinsi Banten)

Saat ini, kelima kandidat sedang menjalani tahapan seleksi yang krusial, yaitu adu gagasan melalui penyusunan makalah. EA Deni Hermawan, selaku Kepala Sekretariat Panitia Seleksi, mengungkapkan bahwa tim Pansel akan melakukan pendalaman terhadap isi makalah yang diajukan. Proses ini akan dilakukan melalui sesi presentasi dan wawancara yang dijadwalkan pada hari Kamis, 5 Juni 2025. Setelah tahapan ini rampung, Pansel akan mengusulkan tiga nama terbaik kepada Gubernur Banten untuk dipilih.

Proses selanjutnya melibatkan pengajuan surat usulan dari Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Pemerintah Provinsi Banten berharap agar proses seleksi ini dapat berjalan lancar dan cepat, sehingga Banten segera memiliki Sekda definitif. Selama ini, posisi tersebut hanya diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt) atau Penjabat Sementara, sehingga kehadiran Sekda definitif diharapkan dapat memperkuat kinerja pemerintahan daerah.

Di tengah proses seleksi yang berlangsung, isu transparansi dan potensi politisasi mencuat ke permukaan. Koordinator Penggerak Mahasiswa Pelajar Banten, Idan Wildan, menyerukan kepada semua pihak untuk menjaga kondusivitas dan menjunjung tinggi prinsip kompetisi yang sehat. Ia menyoroti adanya indikasi kampanye hitam atau serangan terhadap salah satu kandidat, yang menurutnya merupakan upaya politisasi yang dapat merugikan proses seleksi secara keseluruhan. Idan menekankan bahwa praktik semacam itu tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap birokrasi, tetapi juga mencoreng prinsip-prinsip demokrasi dalam tata kelola pemerintahan.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Ail Muldin, turut memberikan pandangannya mengenai pentingnya transparansi dalam proses seleksi Sekda. Menurutnya, ada tiga aspek utama yang perlu menjadi perhatian Tim Seleksi dan Gubernur Banten. Pertama, keterbukaan mengenai profil dan rekam jejak para calon. Kedua, kemampuan para calon dalam menerjemahkan visi dan misi gubernur ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Ketiga, kepiawaian para calon dalam menjalin komunikasi strategis dengan berbagai pihak.

Ail Muldin menekankan bahwa Gubernur Banten harus bersikap terbuka kepada publik dalam proses pemilihan Sekda. Ia mengingatkan agar tidak ada kesan bahwa pemilihan tersebut didasarkan pada faktor balas budi atau kedekatan politik. Lebih lanjut, Ail Muldin menambahkan bahwa Sekda memiliki peran penting sebagai katalisator program percepatan pembangunan, terutama mengingat Gubernur saat ini belum memiliki pengalaman memimpin daerah sebelumnya. Dalam konteks ini, Sekda diharapkan mampu menjembatani komunikasi antara gubernur dengan publik, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan unsur Muspida.

Terkait dengan potensi masuknya calon Sekda dari Pemerintah Pusat, Ail Muldin berpendapat bahwa hal tersebut dapat menjadi bumerang jika kebutuhan adaptasi dan pemahaman lokal tidak diperhitungkan dengan matang. Ia menekankan bahwa meskipun calon dari pusat mungkin memiliki pemahaman yang kuat mengenai peraturan, namun belum tentu memiliki kemampuan yang sama dalam menangkap aspirasi masyarakat di tingkat bawah. Menurutnya, Banten membutuhkan sosok yang dapat langsung bekerja, memahami kultur lokal, dan siap bersinergi dengan pemerintah kabupaten/kota.