Korban Evotrade Terima Ganti Rugi Rp8,4 Miliar dari Lelang Aset Terpidana
Korban Investasi Bodong Evotrade Terima Pencairan Dana Tahap Dua Sebesar Rp 8,4 Miliar
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang telah menyerahkan dana sebesar Rp 8,4 miliar kepada Paguyuban Perlindungan Investor Evotrade (PPIE) sebagai bagian dari upaya pengembalian kerugian para korban investasi bodong robot trading Evotrade. Dana ini merupakan hasil lelang delapan unit kendaraan mewah milik terpidana Anang Diantoko, yang terlibat dalam kasus penipuan investasi tersebut.
Kepala Kejari Kota Malang, Tri Joko, menegaskan bahwa proses pengembalian dana ini harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Ia menyatakan bahwa eksekusi putusan pengadilan terkait pengembalian uang perkara Evotrade ini merupakan tindak lanjut dari pengembalian sebelumnya yang telah mencapai lebih dari Rp 200 miliar. Dana hasil lelang kendaraan mewah tersebut telah disimpan di rekening penampungan BNI dan kemudian diserahkan kepada PPIE.
Tri Joko juga memberikan peringatan keras kepada PPIE agar menyalurkan dana ini secara tepat sasaran dan menghindari penyimpangan. Ia menekankan bahwa penyimpangan dalam penyaluran dana ini dapat berpotensi menjadi kasus korupsi dan akan ditindak secara pidana. Dana tersebut akan disalurkan kepada 68 orang yang telah mengajukan restitusi dan dinyatakan berhak menerima oleh pengadilan. Sebelumnya, terdapat 70 orang yang mengajukan restitusi, namun dua di antaranya telah difasilitasi oleh PPIE.
Kejaksaan memastikan tidak ada praktik transaksional dalam proses ini dan meminta PPIE untuk segera mendistribusikan dana tersebut dengan bukti pendukung yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan. Penggunaan dana untuk operasional harus disertai bukti yang jelas dan terinci. Selain itu, masih ada aset berupa tanah dan bangunan di kawasan Araya yang sedang dalam proses taksiran oleh KPKNL untuk dilelang.
Bendahara PPIE, David Son Samosir, menjelaskan bahwa dana sebesar Rp 8,4 miliar ini akan disalurkan kepada 68 korban yang terdaftar dalam daftar restitusi. Jika terdapat sisa dana, akan dibagikan secara proporsional kepada korban lainnya. Ia mengakui bahwa pengembalian dana ini tidak akan menutupi seluruh kerugian korban, karena kerugian yang dialami lebih besar dari aset yang diperoleh dari rampasan tindak pidana.
Sebelumnya, PPIE telah menangani 1.608 korban pada tahap pertama pencairan. David memastikan bahwa penyaluran dana tahap kedua ini akan dilakukan langsung ke rekening masing-masing korban tanpa perantara untuk menghindari potensi masalah. Ia menegaskan tidak akan ada campur tangan dalam proses penyaluran dana ini.
Rata-rata persentase pengembalian yang diterima korban mencapai 74,08 persen dari total kerugian mereka. Para korban Evotrade tersebar di berbagai daerah, termasuk luar negeri, Papua, Sumatera, Aceh, Malang, dan Mojokerto, dengan kerugian individual yang bervariasi mulai dari Rp 9 juta hingga Rp 10 miliar.
Kasus investasi bodong robot trading Evotrade mulai mencuat pada awal tahun 2020. Tersangka utama, AMAP, bersama AD (Anang Diantoko), mendirikan perusahaan robot trading Evotrade di Kota Malang dengan menggunakan sistem skema Ponzi atau piramida. Mereka menjalankan investasi ini dari kantor di Jalan Ikan Tombro, Perum Cahaya Cempaka, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, mulai Januari 2021. Untuk menyembunyikan kegiatan ilegalnya, pada September 2021, AMAP mendirikan PT Evolusion Perkasa Group.
Kejaksaan Negeri Kota Malang menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti dari penyidik Mabes Polri pada Selasa, 26 April 2022. Anang Diantoko sendiri dilimpahkan pada 12 Juli 2022, menyusul lima tersangka lainnya. Akibat investasi ilegal ini, masyarakat yang menjadi member mengalami kerugian diperkirakan mencapai Rp 100 miliar, dengan jumlah korban antara 3.000 hingga 6.000 orang. Sebanyak 323 korban awalnya melapor ke Mabes Polri.
Barang bukti yang disita meliputi aset mewah seperti mobil Lexus LX570, Mini Cooper, Lamborghini Huracan, serta sepeda motor Vespa Primavera dan Harley Davidson Roadglide, yang dititipkan di Rupbasan Pasuruan. Anang Diantoko dan para tersangka lainnya dijerat dengan pasal berlapis terkait tindak pidana distribusi ilegal menggunakan skema piramida (UU Perdagangan) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) (UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU).