Kekecewaan Warga Jakarta Menyusul Pembatalan Diskon Tarif Listrik yang Dijanjikan Pemerintah
Pembatalan diskon tarif listrik yang sebelumnya dijanjikan pemerintah untuk periode Juni-Juli 2025 menuai kekecewaan di kalangan masyarakat. Sejumlah warga di Jakarta mengungkapkan dampak pembatalan ini terhadap anggaran rumah tangga mereka.
Erna Hasanah, seorang ibu rumah tangga dari Manggarai, Jakarta Selatan, menyampaikan kekecewaannya. Ia mengungkapkan bahwa diskon tarif listrik yang diharapkan dapat membantu mengalokasikan dana untuk kebutuhan mendesak seperti pembelian popok bayi dan susu formula. "Dengan adanya diskon, saya bisa menghemat sebagian pengeluaran listrik dan mengalihkannya untuk membeli kebutuhan anak," ujarnya.
Sebelumnya, Erna harus mengeluarkan sekitar Rp 300.000 per bulan untuk membayar tagihan listrik. Namun, dengan adanya diskon, tagihan tersebut berkurang menjadi sekitar Rp 175.000. Selisih inilah yang rencananya akan ia gunakan untuk membeli popok dan susu formula.
Kekecewaan serupa juga diungkapkan oleh Khairul, warga Jakarta Barat. Ia mengaku sebelumnya memanfaatkan diskon listrik untuk membeli token listrik. "Diskon tersebut sangat membantu, terutama untuk menambah daya listrik yang bisa saya gunakan," katanya. Ia mencontohkan, dengan uang Rp 100.000, ia bisa mendapatkan token listrik dengan harga yang lebih murah dari biasanya, dan ia sempat merasakan manfaat ini sebanyak dua kali.
Desiana, warga lainnya, juga merasakan manfaat serupa. Ia menceritakan bahwa ketika ada diskon, jumlah kilowatt-hour (kWh) yang didapatkannya bertambah meskipun harga token tetap sama. "Biasanya, dengan Rp 50.000 token listrik hanya cukup untuk beberapa minggu, tapi saat diskon bisa bertahan lebih dari sebulan," jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan diskon tarif listrik sebagai bagian dari paket stimulus ekonomi yang akan diluncurkan. Namun, dalam pengumuman resmi, diskon tersebut tidak termasuk dalam daftar stimulus. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa proses penganggaran untuk diskon listrik membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan program lainnya. Sebagai kompensasi, pemerintah memberikan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 600.000 selama dua bulan kepada 17,3 juta pekerja dengan penghasilan di bawah Rp 3,5 juta.