Longsor Gunung Kuda: Polisi Dalami Izin Tambang dan Pengawasan, Tersangka Terancam Hukuman Berat
Kepolisian Resor Kota Cirebon terus mengintensifkan investigasi terkait insiden longsor di area pertambangan batu Gunung Kuda, yang terletak di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Fokus utama penyelidikan saat ini adalah menelusuri legalitas perizinan serta efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait.
Dalam perkembangan kasus ini, dua individu dari manajemen perusahaan pertambangan telah ditetapkan sebagai tersangka. Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni, menyatakan komitmennya untuk menuntaskan penanganan perkara pidana ini secara profesional dan transparan.
"Penyidik telah memeriksa delapan orang saksi, termasuk pemilik, pengelola, pengawas tambang, pekerja, dan pihak terkait lainnya," ungkap Kombes Pol Sumarni kepada awak media di Kecamatan Talun, Senin (2/6/2025).
Langkah selanjutnya, tim penyidik akan fokus pada pemeriksaan mendalam terhadap proses perizinan yang dimiliki oleh perusahaan tambang tersebut. Proses ini akan melibatkan koordinasi dengan berbagai dinas terkait dan juga melibatkan tim ahli untuk memberikan penilaian yang komprehensif.
"Perkembangan kasus hukum musibah longsor tambang batu Gunung Kuda terus kami kembangkan. Penyidik akan memanggil beberapa saksi dan pihak-pihak yang terkait," imbuhnya.
Kombes Pol Sumarni juga mengindikasikan bahwa sejumlah pihak dari instansi pemerintah akan dimintai keterangan. Instansi-instansi tersebut meliputi:
- Perhutani
- Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat
- Dinas ESDM Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon
- Dinas Lingkungan Hidup
Selain itu, keterangan ahli juga akan diminta dari Kementerian Inspektur Tambang.
Pemeriksaan terhadap unsur pemerintah dan kementerian ini bertujuan untuk mengklarifikasi proses pemberian izin dan mekanisme pengawasan yang telah dilakukan sebelum terjadinya longsor.
"Kami akan menangani kasus ini secara profesional dan teliti," tegasnya.
Dua orang yang dianggap paling bertanggung jawab dalam insiden ini, yaitu pemilik tambang berinisial AK (59) dan pengawas tambang berinisial AR (35), telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Sabtu (31/5/2025) malam. Keduanya diduga melakukan kelalaian dan mengabaikan surat peringatan serta larangan yang telah dikeluarkan secara resmi oleh Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon.
Surat larangan tersebut diterbitkan pada tanggal 6 Januari 2025 dan 19 Maret 2025, yang ditujukan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), yaitu Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah.
"Meskipun telah mengetahui dan menerima surat tersebut, tersangka AK tetap memerintahkan AR untuk melanjutkan aktivitas penambangan tanpa memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3)," jelas Kombes Pol Sumarni dalam konferensi pers pada Minggu (1/6/2025).
Dalam kesempatan tersebut, penyidik Polresta Cirebon juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk tujuh unit kendaraan berat, dokumen perizinan, dan surat larangan dari instansi terkait.
Kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 98 ayat (1) dan (3), serta Pasal 99 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 15 miliar. Mereka juga dijerat dengan Pasal 35 ayat (3) jo Pasal 186 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, serta pasal-pasal terkait pelanggaran K3 dan kelalaian dalam penyediaan Alat Pelindung Diri (APD).