Tragedi Longsor Tambang Cirebon: Dua Tersangka Ditetapkan, Dugaan Pelanggaran SOP Mencuat
Tragedi longsor di area penambangan batu alam Gunung Kuda, yang terletak di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, telah mengakibatkan hilangnya nyawa 19 pekerja tambang. Insiden ini memicu investigasi mendalam yang mengungkap berbagai fakta terkait dugaan kelalaian dan pelanggaran prosedur operasional standar (SOP). Polresta Cirebon bergerak cepat dalam menangani kasus ini dengan menetapkan dua orang sebagai tersangka.
Penetapan Tersangka dan Dugaan Pelanggaran
Abdul Karim (59), selaku pemilik Koperasi Pondok Pesantren Al Azariyah, dan Ade Rahman (35), yang menjabat sebagai Kepala Teknik Tambang (KTT), kini harus berhadapan dengan proses hukum. Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni, menyatakan bahwa penetapan tersangka ini didasarkan pada hasil pemeriksaan saksi-saksi yang mengarah pada pertanggungjawaban kedua pihak tersebut. Salah satu poin krusial dalam penyelidikan adalah dugaan pelanggaran SOP dalam metode penambangan yang diterapkan. Meskipun tambang tersebut memiliki dokumen perizinan yang berlaku hingga November 2025, fakta di lapangan menunjukkan bahwa praktik penambangan tidak sesuai dengan standar keselamatan yang seharusnya.
Pengabaian Surat Larangan dan Perintah Operasi
Ironisnya, kegiatan penambangan terus berlanjut meskipun Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon telah mengeluarkan surat larangan sebanyak dua kali. Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengungkapkan bahwa tersangka Abdul Karim mengetahui adanya surat larangan tersebut, yang melarang kegiatan usaha pertambangan tanpa persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Namun, larangan ini diabaikan, dan Abdul Karim tetap memerintahkan Ade Rahman untuk menjalankan aktivitas penambangan. Akibatnya, Ade Rahman tetap melaksanakan kegiatan operasional pertambangan tanpa mengindahkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), sesuai dengan arahan dari Abdul Karim.
Penyitaan Barang Bukti dan Ancaman Hukuman
Dalam proses penyidikan, polisi telah menyita sejumlah barang bukti yang meliputi:
- Tiga dump truck (Isuzu, Mitsubishi, Hino)
- Empat ekskavator (Doosan dan CASE PC 200)
- Dokumen izin
- Surat larangan
- Sertifikat kompetensi pertambangan
Para tersangka dijerat dengan berbagai pasal yang mencakup pidana lingkungan, ketenagakerjaan, dan kelalaian yang menyebabkan kematian. Kapolresta Cirebon menegaskan bahwa pelanggaran unsur pidana telah ditemukan, dan proses pemeriksaan serta gelar perkara sedang dilakukan secara intensif. Ancaman hukuman yang dihadapi para tersangka sesuai dengan UU lingkungan hidup adalah pidana penjara paling lama 15 tahun.
Dampak Tragedi dan Bantuan untuk Korban
Tragedi longsor ini tidak hanya merenggut nyawa 19 orang, tetapi juga menyebabkan 7 orang mengalami luka-luka, dan 6 orang lainnya masih dalam pencarian oleh tim gabungan. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah menyalurkan bantuan tunai kepada 33 keluarga korban, masing-masing sebesar Rp50 juta. Bantuan ini merupakan bentuk empati dan tanggung jawab moral pemerintah daerah kepada para korban dan keluarga mereka. Selain itu, gubernur juga menjanjikan pendidikan gratis untuk anak-anak korban dan akan mencari solusi pengganti ekonomi bagi masyarakat sekitar tambang jika penghentian tambang berdampak signifikan.
Langkah Konservasi dan Evaluasi Kawasan Tambang
Gubernur Dedi Mulyadi juga berencana untuk memanggil Perhutani guna merumuskan langkah-langkah pemulihan fungsi kawasan tambang. Tujuannya adalah untuk mengembalikan konservasi dan fungsi hutan di wilayah tersebut. Langkah ini diharapkan dapat mencegah terjadinya tragedi serupa di masa depan dan memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.