Skandal Ayam Goreng Widuran: DPR Desak Pemerintah Perketat Pengawasan Halal dan Tingkatkan Transparansi
Polemik seputar rumah makan Ayam Goreng Widuran yang dituding tidak halal terus bergulir, memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, dengan tegas mendukung penutupan sementara rumah makan tersebut, sambil menekankan pentingnya pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap nasib para karyawan.
Arzeti Bilbina mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan rumah makan dan produk makanan secara umum. Ia juga menyoroti perlunya sinergi antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam membangun sistem verifikasi terpadu. Sistem ini diharapkan dapat memberikan jaminan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen, terutama terkait dengan informasi kehalalan produk yang mereka konsumsi.
"Pemerintah, termasuk pemerintah daerah dan BPOM, tidak boleh lagi bersikap abai terhadap proses pengawasan menu makanan," tegas Arzeti. Ia menambahkan bahwa sistem verifikasi terpadu yang melibatkan koordinasi antar instansi sangat penting untuk memastikan konsumen mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya sejak awal.
Legislator tersebut juga menyoroti perlunya pengawasan yang lebih komprehensif dan terstandar secara nasional. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua pelaku usaha kuliner mencantumkan status halal, non-halal, atau belum bersertifikat halal secara transparan dan terbuka. Informasi ini harus mudah diakses oleh konsumen, baik di tempat usaha, menu, maupun platform digital seperti aplikasi pemesanan makanan dan media sosial resmi.
Arzeti mengingatkan bahwa pengawasan tidak boleh hanya berupa imbauan sukarela, tetapi harus menjadi bagian dari sistem terpadu yang tegas dengan sanksi yang jelas bagi para pelanggar. Selain itu, ia mendorong BPOM, pemerintah daerah, dan lembaga terkait untuk aktif memberikan edukasi kepada pelaku UMKM kuliner mengenai pentingnya transparansi bahan baku.
"Transparansi bukan hanya soal etika saja, tetapi yang terpenting adalah keadilan dan perlindungan bagi konsumen," tegasnya.
Kasus Ayam Goreng Widuran, menurut Arzeti, harus menjadi momentum refleksi bagi seluruh pelaku usaha makanan. Ia menekankan bahwa keterbukaan dalam bisnis makanan sangatlah penting, terutama di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dalam memilih konsumsi.
"Kejujuran dalam berniaga harus dimiliki oleh para penjual makanan. Pemerintah harus hadir untuk memastikan prinsip ini dijalankan oleh seluruh pelaku usaha, sebelum kepercayaan publik kembali tercederai oleh kelalaian yang seharusnya bisa dicegah sejak awal," tandasnya.
Sementara itu, pihak kepolisian menyatakan belum dapat melakukan intervensi karena belum menemukan unsur pidana dalam kasus tersebut. Kasat Reskrim Polresta Solo, AKP Prastiyo Triwibowo, menjelaskan bahwa pencantuman label halal atau non-halal lebih terkait dengan hukum pidana dan administrasi. Dalam kasus ini, Ayam Goreng Widuran belum mendaftarkan produknya dengan label halal, sehingga masih dalam kewenangan sanksi administrasi dari Pemkot Solo atau badan pengelola produk halal.
Pemkot Solo sendiri telah memberikan sanksi administrasi berupa penutupan sementara terhadap Ayam Goreng Widuran. Sanksi ini mengacu pada Pasal 27 UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang mengatur tentang sanksi bagi pelaku usaha yang tidak mengurus atau memenuhi sertifikat halal, berupa teguran lisan, peringatan tertulis, dan/atau denda administrasi.
Daftar Poin Penting yang Disoroti:
- Penutupan sementara Ayam Goreng Widuran.
- Evaluasi sistem pengawasan rumah makan.
- Sinergi BPOM dan MUI dalam verifikasi halal.
- Transparansi status halal/non-halal.
- Edukasi UMKM tentang bahan baku.
- Sanksi tegas bagi pelanggar.
- Keterbukaan dan kejujuran dalam bisnis makanan.
- Sanksi administrasi dari Pemkot Solo.