KPK Menelisik Akar Dugaan Pemerasan Izin TKA di Kementerian Ketenagakerjaan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengurusan izin tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Fokus utama saat ini adalah menelusuri sumber dana dan aliran uang yang diduga berasal dari praktik pemerasan.

Dalam upaya mengungkap tabir kasus ini, KPK telah memeriksa dua mantan pejabat tinggi Kemnaker, yaitu mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) periode 2020-2023, Suhartono. Pemeriksaan intensif ini bertujuan untuk mendapatkan informasi detail mengenai asal-usul uang haram tersebut dan bagaimana dana tersebut dialirkan.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa para saksi, termasuk Suhartono, didalami keterangannya mengenai sumber uang yang diduga diperoleh melalui pemerasan. Selain itu, penyidik juga menggali informasi mengenai aliran dana hasil pemerasan tersebut, untuk menelusuri pihak-pihak yang terlibat dan menikmati hasil kejahatan ini.

Selain memeriksa saksi-saksi kunci, KPK juga mengonfirmasi temuan barang bukti yang disita selama penggeledahan beberapa waktu lalu. Barang bukti ini diharapkan dapat memberikan petunjuk penting dalam mengungkap praktik korupsi yang melibatkan oknum pejabat Kemnaker. Berdasarkan perhitungan sementara, total dugaan pemerasan dalam kasus ini mencapai angka fantastis, yaitu Rp 53 miliar.

KPK menegaskan komitmennya untuk terus menelusuri kasus ini secara mendalam, termasuk menelusuri dampak yang ditimbulkan akibat tindakan korupsi tersebut. Salah satu fokus perhatian adalah pengurusan rencana penggunaan TKA, yang diduga menjadi celah bagi praktik korupsi. KPK akan mengkaji tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia secara menyeluruh untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

Suhartono sendiri, usai menjalani pemeriksaan, memberikan keterangan singkat kepada awak media. Ia mengaku hanya dicecar dengan delapan pertanyaan yang bersifat normatif. Suhartono juga mengklaim tidak mengetahui secara detail mengenai proses dugaan suap pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA), dengan alasan bahwa hal tersebut berada di tingkat bawah.

"Waduh, saya itu kan, itu kan di tingkat bawah. Saya kan terlalu jauh ini. Saya nggak tau persisnya. Coba tanyakan pada KPK. Ini kan proses," ujarnya.

Namun, Suhartono mengakui bahwa laporan mengenai hal ini pasti disampaikan kepada atasannya dalam setiap rapat pimpinan (rapim). Ia juga menyatakan bahwa dirinya meminta pertanggungjawaban kepada rekan-rekan di bawahnya.

Saat ini, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan TKA di Kemnaker. Kasus ini diduga melibatkan oknum pejabat Kemnaker yang memeras para calon tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia. Praktik pemerasan ini telah berlangsung sejak tahun 2019 dan berhasil mengumpulkan uang haram sebesar Rp 53 miliar.

Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa oknum pejabat di Dirjen Binapenta diduga memungut atau memaksa para calon tenaga kerja asing untuk memberikan sejumlah uang sebagai imbalan atas pengurusan izin kerja mereka. Tindakan ini melanggar Pasal 12e dan/atau Pasal 12B tentang penerimaan gratifikasi.

KPK akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan membawa mereka ke pengadilan. Kasus ini menjadi tamparan keras bagi tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia dan menjadi momentum untuk melakukan perbaikan yang mendasar.