Terjebak di Suriah: Kisah Eks WNI Terpapar Propaganda ISIS dan Jalan Kembali ke Indonesia
Pengalaman Kelam di Tanah Konflik: Perjuangan Febri Ramdani Lepas dari Jeratan ISIS
Perjalanan Febri Ramdani pada tahun 2016 menjadi babak kelam dalam hidupnya. Didorong oleh rasa sayang kepada sang ibu dan keluarga yang telah terjerat propaganda ISIS, Febri memberanikan diri menyusul mereka ke Suriah. Keputusan ini membawanya pada pengalaman pahit selama ratusan hari di tengah konflik.
Pada tahun 2015, keluarga Febri meninggalkan Indonesia menuju Suriah, tergiur oleh janji-janji manis kelompok teroris tersebut. Namun, sesampainya Febri di sana pada tahun berikutnya, realita yang dihadapi jauh berbeda dari ekspektasi. Janji kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik hanyalah ilusi belaka. Febri justru menjadi beban tambahan bagi keluarga, sementara upaya untuk melarikan diri semakin sulit dan berbahaya. Mereka yang mencoba keluar dari kelompok dianggap murtad dan menjadi target.
Keberangkatan ibu Febri ke Suriah dipicu oleh kekecewaan terhadap kondisi di Indonesia, termasuk maraknya korupsi dan ketidakadilan. Selain itu, ibunya berharap dapat mengobati anak sulungnya yang menderita TBC tulang secara gratis di Suriah. Namun, harapan tersebut pupus, dan mereka terjebak dalam situasi yang sulit terkendali.
Proses Repatriasi dan Reintegrasi
Setelah ratusan hari terperangkap, Febri dan keluarganya akhirnya berhasil menyerahkan diri kepada Syrian Democratic Forces (SDF) yang berada di bawah naungan Amerika Serikat. Mereka menghabiskan dua bulan di sana, menunggu proses repatriasi kembali ke Indonesia.
Setibanya di tanah air, Febri menghadapi tantangan baru, yaitu stigma negatif dari masyarakat. Namun, ia memilih untuk bangkit dan menyuarakan pesan damai. Pemerintah Indonesia memberikan dukungan dalam proses reintegrasi Febri ke masyarakat melalui program rehabilitasi di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Program ini fokus pada upaya menderadikalisasi pola pikir dan mempersiapkan Febri untuk kembali beradaptasi dengan kehidupan di Indonesia.
Film Dokumenter "Road to Resilience"
Kisah Febri Ramdani diangkat menjadi film dokumenter berjudul "Road to Resilience" oleh Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP). Film ini bertujuan untuk menyampaikan pesan bahwa harapan selalu ada, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. Direktur KPP, Dr. Noor Huda Ismail, berharap film ini dapat membangun narasi damai yang lebih manusiawi di tengah wacana ketakutan yang seringkali mendominasi.
Analis Kebijakan Ahli Muda BNPT, Alfrida Heaniti Pandjaitan, berharap pemutaran film ini dapat memberikan semangat untuk membangun perdamaian di Indonesia. Sinergi antara pemerintah dan masyarakat sipil diharapkan dapat meningkatkan efektivitas program Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).
Film ini adalah salah satu upaya untuk memberikan perspektif yang lebih luas tentang isu terorisme dan radikalisme, serta menginspirasi pentingnya perdamaian.