Dana Korupsi Proyek Semarang Diduga Dialokasikan untuk Bantuan Banjir, Sidang Ungkap Fakta
Dugaan Penyelewengan Dana Bantuan Banjir Terungkap dalam Sidang Korupsi Semarang
Pengadilan Tipikor Semarang menjadi saksi bisu terungkapnya dugaan aliran dana korupsi proyek Pemerintah Kota Semarang ke pos bantuan bencana banjir. Fakta ini mencuat dalam persidangan yang menghadirkan Lina, staf administrasi PT Chimarder777, perusahaan yang terafiliasi dengan Martono, seorang tokoh kunci dalam kasus korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Semarang, Heverita Gunaryati Rahayu (Mbak Ita), dan suaminya, Alwin Basri.
Dalam kesaksiannya, Lina mengungkapkan bahwa sebagian dana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi tersebut dialokasikan untuk membantu korban banjir di Perumahan Dinar Mas. “Saya pernah diminta Pak Martono untuk membeli selimut, kasur, dan kebutuhan sembako saat banjir melanda Dinar Mas,” ujar Lina dalam persidangan yang digelar pada Senin, 2 Juni 2025. Keterangan ini menjadi sorotan utama, memunculkan pertanyaan etis tentang penggunaan dana hasil korupsi untuk kegiatan kemanusiaan.
Selain itu, Lina juga membeberkan penerimaan commitment fee sebesar 13 persen pada tahun 2023 dari tiga anggota Gapensi Kota Semarang. Dana ini diduga merupakan hasil kesepakatan terkait pengerjaan proyek di berbagai kecamatan di Kota Semarang. Lebih lanjut, Lina menyatakan bahwa dana tersebut tidak hanya mengalir ke Martono, tetapi juga diduga kuat melibatkan Mbak Ita dan suaminya. Uang tersebut disimpan di lemari Martono, dan Lina beberapa kali diminta untuk membelanjakannya.
"Saya menerima uang dalam bentuk tas, tas kresek (plastik hitam)," kata Lina. Ia mengakui mengetahui isi tas tersebut adalah uang, meskipun tidak mengetahui jumlah pastinya. "Tas saja, ada isinya. Cuma saya tak buka isinya. Uang (isinya)," imbuhnya.
Lina juga mengaku pernah diminta oleh Martono, yang juga menjabat sebagai Ketua Gapensi Kota Semarang dan kini menjadi terdakwa dalam kasus yang sama, untuk menghitung uang tersebut. "Seingat saya Rp 1.400.000.000 (hasil commitment fee 13 persen yang dihitung)," ungkap Lina. Jumlah ini semakin memperjelas skala dugaan korupsi yang terjadi.
Kasus ini berawal dari dugaan korupsi dalam pengerjaan proyek di sejumlah kecamatan Kota Semarang, yang melibatkan Martono, Mbak Ita, dan Alwin Basri. Para kontraktor diduga diminta untuk membayar commitment fee sebesar 13 persen kepada Martono, yang kemudian diduga mengalir ke Mbak Ita dan suaminya.
Mbak Ita dan suaminya telah menjalani sidang perdana pada Senin, 21 April 2025, di Pengadilan Tipikor Semarang. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwakan tiga pasal yang menjerat Mbak Ita dan Alwin Basri. Selain itu, Martono dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar, juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Mereka diduga melakukan korupsi dengan total nilai mencapai Rp 9 miliar.
Rincian Dugaan Keterlibatan:
- Heverita Gunaryati Rahayu (Mbak Ita): Mantan Wali Kota Semarang, diduga menerima aliran dana korupsi.
- Alwin Basri: Suami Mbak Ita, juga diduga terlibat dalam penerimaan dana korupsi.
- Martono: Ketua Gapensi Kota Semarang, diduga sebagai perantara dalam pengumpulan dan penyaluran commitment fee.
- Rachmat Utama Djangkar: Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, diduga terlibat dalam praktik korupsi proyek.
Kasus ini masih terus bergulir di Pengadilan Tipikor Semarang, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan bukti-bukti untuk mengungkap kebenaran di balik dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat dan pengusaha di Kota Semarang.