Pendakian Gunung: Sistem 'Siapa Cepat Dia Dapat' Berlaku untuk Lahan Berkemah

Para pendaki gunung yang berencana untuk berkemah di area pegunungan perlu memahami sistem yang berlaku terkait penempatan tenda. Berbeda dengan reservasi penginapan, lahan untuk berkemah di gunung umumnya menganut prinsip 'siapa cepat, dia dapat'. Artinya, pendaki yang pertama kali tiba di lokasi perkemahan berhak memilih tempat yang tersedia, sesuai dengan kapasitas yang ada.

Rahman Mukhlis, Ketua Umum Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), menjelaskan bahwa tidak ada aturan tertulis yang mengatur pemesanan lahan perkemahan. Pengelola kawasan pendakian biasanya hanya menyediakan zona-zona perkemahan yang dapat digunakan oleh para pendaki. Oleh karena itu, sangat disarankan bagi para pendaki untuk tiba lebih awal di lokasi yang diinginkan agar mendapatkan tempat yang strategis dan nyaman.

Namun demikian, etika dalam berkemah di gunung tetap harus dijunjung tinggi. Pendaki yang tiba belakangan diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan lokasi yang tersisa, tanpa membuka lahan baru yang dapat merusak ekosistem. Selain itu, penting untuk diingat bahwa setiap gunung memiliki daya tampung yang berbeda-beda, yang ditetapkan oleh pengelola kawasan. Kuota pendakian ini bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan memberikan pengalaman pendakian yang aman dan nyaman bagi semua orang.

Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Tidak ada sistem pemesanan: Lahan perkemahan di gunung umumnya tidak dapat dipesan.
  • Siapa cepat, dia dapat: Pendaki yang tiba lebih awal berhak memilih lokasi yang tersedia.
  • Patuhi zonasi: Dirikan tenda di zona perkemahan yang telah ditetapkan oleh pengelola.
  • Jaga daya tampung: Perhatikan kuota pendakian dan kapasitas area perkemahan.
  • Saling menghargai: Berbagi ruang dengan pendaki lain dan hindari konflik.
  • Jangan membuka lahan baru: Jagalah kelestarian lingkungan dengan tidak merusak vegetasi.

Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) Kementerian Kehutanan, Nandang Pribadi juga menegaskan hal serupa. Ia menyatakan bahwa aturan pendakian di seluruh taman nasional di Indonesia mengikuti prinsip siapa cepat dia dapat dalam pemilihan lokasi berkemah. Hal ini penting untuk diperhatikan oleh semua pendaki agar terhindar dari kesalahpahaman atau konflik di lapangan.

Kasus viral baru-baru ini, di mana seorang pendaki diusir dari lokasi perkemahan yang telah didirikannya karena dianggap sudah dipesan, menjadi contoh pentingnya pemahaman akan sistem ini. Kejadian tersebut, yang terjadi di Pos Plawangan 2 Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, menunjukkan bahwa masih banyak pendaki yang belum mengetahui aturan yang berlaku. Meskipun porter lokal mengklaim bahwa lahan tersebut telah dipesan oleh temannya, pada dasarnya tidak ada sistem pemesanan lahan perkemahan di gunung. Oleh karena itu, para pendaki diimbau untuk selalu mencari informasi yang akurat dari sumber yang terpercaya sebelum melakukan pendakian.

Dengan memahami dan mematuhi aturan yang berlaku, diharapkan para pendaki dapat menikmati pengalaman berkemah di gunung dengan aman, nyaman, dan bertanggung jawab. Menjaga kelestarian lingkungan dan menghormati sesama pendaki adalah kunci untuk menciptakan suasana pendakian yang positif dan menyenangkan.