Sritex di Ambang Penghapusan Pencatatan Saham di Bursa Efek Indonesia
Polemik berkepanjangan yang melanda PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), atau yang lebih dikenal dengan Sritex, kini mencapai titik krusial. Saham perusahaan tekstil raksasa ini terancam delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah lama mengalami suspensi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengonfirmasi bahwa saham Sritex telah memenuhi kriteria untuk dihapus dari daftar emiten BEI. Suspensi perdagangan saham SRIL telah berlangsung sejak 18 Mei 2021. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, kondisi ini telah melampaui batas waktu yang ditetapkan dalam peraturan bursa.
"Sesuai kriteria yang diatur dalam peraturan Bursa Nomor 1 N, bahwasanya ini sudah masuk dalam kriteria bisa di-delisting karena telah dilakukan suspensi lebih dari 24 bulan," kata Inarno dalam konferensi pers virtual.
OJK sendiri telah memiliki aturan terkait proses delisting, termasuk kewajiban buyback saham publik oleh perusahaan yang akan menjadi perusahaan tertutup. Hal ini tertuang dalam Peraturan OJK nomor 45 tahun 2024. Meskipun demikian, OJK memberikan pengecualian penyampaian laporan berkala kepada Sritex, namun perusahaan tetap diwajibkan untuk menyampaikan keterbukaan informasi dan laporan-laporan lainnya.
Kondisi keuangan Sritex memang tengah terpuruk. Perusahaan yang berdiri sejak tahun 1966 ini telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 24 Oktober 2024. Operasional perusahaan pun resmi dihentikan pada 1 Maret 2025. Selain itu, mantan Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas dugaan penyalahgunaan dana kredit bank milik negara.
Menanggapi situasi ini, BEI menyatakan bahwa Sritex telah memenuhi ketentuan delisting sesuai dengan Peraturan Bursa nomor I-N. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan bahwa suspensi saham yang telah berlangsung lebih dari dua tahun, ditambah dengan status pailit perusahaan, menjadi dasar bagi penghapusan pencatatan saham.
"Sehubungan telah dilakukannya suspensi atas saham SRIL selama lebih dari 24 bulan dan telah resmi dinyatakan pailitnya SRIL, maka kondisi tersebut telah memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan delisting atas suatu saham berdasarkan ketentuan III.1.3 Peraturan Bursa nomor I-N," ujar Nyoman.
BEI akan berkoordinasi dengan OJK terkait proses delisting dan perubahan status Sritex dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup, sesuai dengan Peraturan OJK nomor 45 tahun 2024.
Berikut adalah poin-poin penting dalam berita ini:
- Suspensi Saham: Saham Sritex telah disuspensi sejak 18 Mei 2021.
- Delisting Kriteria: Sritex memenuhi kriteria delisting karena suspensi lebih dari 24 bulan dan pailit.
- Peraturan OJK: Proses delisting dan perubahan status perusahaan diatur dalam POJK nomor 45 tahun 2024.
- Kasus Hukum: Mantan Direktur Utama Sritex menjadi tersangka kasus penyalahgunaan dana kredit.
- Koordinasi BEI dan OJK: BEI akan berkoordinasi dengan OJK terkait proses delisting.
Nasib Sritex di pasar modal kini berada di ujung tanduk. Proses delisting akan menjadi babak baru bagi perusahaan tekstil yang pernah menjadi kebanggaan Indonesia ini.