Tragedi di Seram Bagian Timur: Pria Berkeluarga Diduga Habisi Nyawa Siswi MTs Akibat Penolakan

Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Maluku, digegerkan dengan kasus pembunuhan seorang siswi Madrasah Tsanawiyah (MTs). HS (25), seorang pria beristri, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menggemparkan ini. Motif di balik pembunuhan tragis ini terungkap setelah penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

Menurut keterangan Kapolres Seram Bagian Timur, AKBP Alhajat, motif pembunuhan ini berawal dari ajakan pelaku untuk melakukan hubungan intim yang ditolak oleh korban. Penolakan tersebut memicu kemarahan pelaku hingga berujung pada tindakan kekerasan yang merenggut nyawa korban. "Motifnya adalah pelaku berharap bisa berhubungan badan dengan korban, namun korban menolak," ujar AKBP Alhajat.

Kronologi kejadian bermula ketika pelaku mengajak korban bertemu. Diduga, pelaku telah merencanakan tindakan kejinya. Saat korban menolak ajakan berhubungan intim, pelaku naik pitam dan mengancam akan membunuh korban. Ancaman tersebut kemudian direalisasikan dengan mencekik leher korban hingga tidak berdaya.

"Saat korban menolak, pelaku mengancam dan mencekik leher korban. Korban sempat meronta, namun pelaku terus mencekiknya sambil berkata 'kalau kamu tidak mau, saya bunuh kamu'," jelas AKBP Alhajat. Setelah memastikan korban tidak bernyawa, pelaku kemudian membuang jasad korban ke Sungai Waifufu untuk menghilangkan jejak.

Pelaku sempat memastikan kondisi korban dengan memeriksa napas dan denyut nadinya sebelum membuang jasadnya ke sungai. Pembunuhan ini diperkirakan terjadi pada Sabtu (17/5) sekitar pukul 15.00 WIT. Setelah melakukan aksinya, pelaku melarikan diri ke Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, pada Rabu (28/5).

Namun, pelarian pelaku tidak berlangsung lama. Tim kepolisian berhasil menangkap pelaku pada Jumat (30/5) di Weda. Saat ini, HS telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Mapolres SBT untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.

Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 80 ayat 3 juncto Pasal 76 huruf c Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp 3 miliar.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pelaku dan korban awalnya berkenalan melalui media sosial Facebook. Pelaku yang berencana untuk bekerja di Weda kemudian mengajak korban untuk bertemu sebelum keberangkatannya. Pertemuan tersebut ternyata menjadi pertemuan terakhir bagi korban, yang berujung pada tragedi yang memilukan.

Kasus ini menjadi perhatian serius pihak kepolisian dan masyarakat setempat. Pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam berinteraksi dengan orang asing, terutama melalui media sosial. Kasus ini juga menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan terhadap anak-anak dan remaja dari berbagai tindak kejahatan.