Rupiah Terangkat Sentimen Negatif Perang Dagang AS-China

Rupiah Terangkat Sentimen Negatif Perang Dagang AS-China

Nilai tukar rupiah menunjukkan performa positif di tengah meningkatnya kekhawatiran global terkait potensi eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Penguatan ini, menurut pengamat pasar uang, mencerminkan respons investor terhadap ketidakpastian yang dipicu oleh pernyataan-pernyataan kontroversial dari kedua negara adidaya tersebut.

Komentar terbaru dari Presiden AS, Donald Trump, yang menuduh China melanggar perjanjian dagang yang belum lama ini disepakati, telah memicu reaksi keras dari Beijing. Tiongkok dengan tegas membantah tuduhan tersebut, menegaskan komitmennya untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Situasi ini diperburuk dengan keputusan AS untuk menaikkan tarif impor baja dan aluminium, yang semakin memperkeruh suasana dan membuat investor semakin berhati-hati.

Kementerian Perdagangan China sendiri menyatakan bahwa tuduhan yang dilayangkan oleh pihak AS tidak berdasar dan tidak masuk akal. Mereka juga menegaskan bahwa Pemerintah China akan terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga kepentingan mereka. Meskipun Trump tidak merinci pelanggaran spesifik yang dilakukan oleh China, ketegangan yang meningkat ini telah menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan pelaku pasar.

Kondisi ini diperparah dengan pengakuan pejabat AS pekan lalu yang menyatakan bahwa perundingan dagang antara kedua negara mengalami kemandegan. Ditambah lagi dengan kritik berkelanjutan dari China terhadap kontrol AS terhadap industri chip mereka, memicu spekulasi bahwa hubungan dagang antara kedua negara akan semakin memburuk. Hal ini menimbulkan pesimisme di kalangan investor terkait prospek tercapainya kesepakatan perdagangan yang langgeng dalam waktu dekat.

Pada penutupan perdagangan hari Senin di Jakarta, rupiah berhasil menguat sebesar 74 poin atau 0,45 persen, mencapai level Rp 16.253 per dollar AS. Data dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga menunjukkan penguatan ke level Rp 16.297 per dollar AS. Penguatan ini menjadi indikasi bahwa sentimen negatif terkait perang dagang AS-China memberikan tekanan pada dollar AS dan mendorong penguatan mata uang negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pergerakan nilai tukar rupiah ini akan terus dipantau secara seksama oleh Bank Indonesia dan pemerintah, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi nasional.

Investor dan pelaku pasar diharapkan untuk terus mencermati perkembangan situasi global, terutama terkait dinamika hubungan dagang antara AS dan China. Keputusan investasi yang bijak dan pengelolaan risiko yang hati-hati akan menjadi kunci dalam menghadapi ketidakpastian yang mungkin timbul akibat perang dagang ini.