Gelombang PHK di Perusahaan Distributor Cokelat Bekasi Picu Protes Karyawan

Puluhan karyawan sebuah perusahaan distributor cokelat di Bekasi, Jawa Barat, mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diduga dilakukan secara sepihak oleh perusahaan. Aksi protes pun pecah di depan pabrik yang terletak di Jalan Siliwangi, Rawalumbu, sebagai bentuk penolakan atas kebijakan tersebut.

Para karyawan yang terkena PHK mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap perusahaan. Sucahyadi, salah satu mantan karyawan yang turut serta dalam aksi unjuk rasa, menyampaikan bahwa alasan efisiensi yang dikemukakan perusahaan terasa janggal. Pasalnya, mayoritas dari mereka telah mengabdi selama puluhan tahun, bahkan ada yang lebih dari 20 tahun. Ia mempertanyakan mengapa tidak ada dialog atau pemberitahuan sebelumnya terkait rencana efisiensi tersebut.

Lebih lanjut, Sucahyadi menduga bahwa PHK ini berkaitan dengan aktivitas serikat pekerja di perusahaan. Dari 24 karyawan yang dipecat, 23 di antaranya merupakan anggota dan pengurus serikat pekerja. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya praktik union busting atau pemberangusan serikat pekerja. Para karyawan merasa tidak pernah melakukan kesalahan atau pelanggaran yang dapat menjadi dasar pemecatan. Mereka juga menyayangkan tidak adanya surat peringatan atau proses mediasi sebelum keputusan PHK diambil.

"Kami tidak pernah diberi surat peringatan. Tiba-tiba saja dipanggil dan diberikan surat PHK," ungkap salah satu karyawan yang enggan disebutkan namanya.

Para karyawan yang terkena PHK menuntut agar perusahaan membuka kembali ruang dialog dan mempekerjakan mereka kembali. Mereka juga mendesak agar pihak berwenang mengusut tuntas dugaan praktik union busting yang terjadi di perusahaan tersebut.

Kronologi kejadian bermula pada pertengahan April lalu, ketika para karyawan dipanggil oleh pihak HRD dan atasan. Dalam pertemuan tersebut, mereka langsung diberikan surat PHK tanpa sosialisasi atau pemberitahuan sebelumnya. Surat tersebut menyatakan bahwa masa kerja mereka berakhir keesokan harinya. Namun, para karyawan menolak menandatangani surat tersebut sebagai bentuk protes.

Setelah kejadian tersebut, pihak serikat pekerja telah berupaya untuk berdialog dengan manajemen perusahaan secara informal. Namun, perusahaan bersikukuh bahwa keputusan PHK sudah final dan tidak dapat diubah. Akibatnya, sejak akhir Mei lalu, seluruh karyawan yang di-PHK telah dinonaktifkan dari sistem absensi dan tidak lagi menerima gaji. Mereka merasa diperlakukan tidak adil dan menuntut keadilan atas hak-hak mereka sebagai pekerja.