Laju Pertumbuhan AI Ancam Dominasi Bitcoin dalam Konsumsi Energi Global

Era Baru Konsumsi Energi: AI Lampaui Bitcoin

Lonjakan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) secara global memicu kekhawatiran baru terkait konsumsi energi. Sebuah studi terbaru memprediksi bahwa pusat data AI akan segera melampaui penambangan Bitcoin sebagai konsumen energi utama, menandai pergeseran signifikan dalam lanskap energi digital.

Alex de Vries-Gao, seorang kandidat PhD dari Vrije Universiteit Amsterdam, Institute for Environmental Studies, menyoroti potensi dampak besar AI pada konsumsi energi global. Dalam publikasinya di jurnal Joule, de Vries-Gao memperkirakan bahwa pada akhir tahun 2025, konsumsi energi pusat data AI akan melampaui konsumsi energi yang dibutuhkan untuk penambangan Bitcoin.

Perhitungan ini didasarkan pada analisis mendalam terhadap berbagai spesifikasi perangkat, perkiraan analis industri, dan data perusahaan. Keterbatasan dalam transparansi data dari perusahaan teknologi besar menjadi tantangan utama dalam riset ini. Untuk mengatasi hal ini, de Vries-Gao menggunakan metode triangulasi, yaitu meneliti rantai pasokan chip AI dan kapasitas produksi perusahaan seperti TSMC.

Diproyeksikan bahwa pada tahun 2026, hampir separuh dari total konsumsi energi pusat data akan disumbang oleh AI, meningkat 20% dibandingkan dengan tingkat konsumsi saat ini. Hal ini menggarisbawahi pertumbuhan eksponensial dalam permintaan daya untuk mendukung aplikasi dan infrastruktur AI yang semakin canggih.

Studi tersebut juga menyoroti tingginya konsumsi energi dari chip AI mutakhir seperti Nvidia H100, yang banyak digunakan di pusat data AI. Setiap chip H100 dapat mengkonsumsi daya hingga 700 watt saat menjalankan model AI yang kompleks. Dengan jutaan unit chip ini yang beroperasi di seluruh dunia, dampak kumulatif pada konsumsi energi sangat besar.

De Vries-Gao memperkirakan bahwa perangkat keras AI yang diproduksi pada tahun 2023 dan 2024 saja dapat mengkonsumsi antara 5,3 hingga 9,4 gigawatt daya, setara dengan konsumsi listrik seluruh negara Irlandia. Angka ini menyoroti skala besar kebutuhan energi yang terkait dengan pengembangan dan penerapan AI.

Peningkatan pesat dalam teknologi pengemasan CoWoS (Chip-on-Wafer-on-Substrate) oleh TSMC, yang memungkinkan integrasi prosesor dan memori berkecepatan tinggi dalam satu sistem AI, semakin memperburuk masalah konsumsi energi. Produksi CoWoS telah meningkat lebih dari dua kali lipat antara tahun 2023 dan 2024, namun pasokan masih belum dapat memenuhi permintaan dari Nvidia dan AMD.

TSMC berencana untuk meningkatkan kapasitas CoWoS pada tahun 2025, tetapi jika tren pertumbuhan ini terus berlanjut, de Vries-Gao memperkirakan bahwa konsumsi energi sistem AI dapat mencapai 23 gigawatt pada akhir tahun 2025. Jumlah ini setara dengan konsumsi listrik rata-rata di Inggris dan lebih besar dari kebutuhan listrik untuk penambangan Bitcoin secara global.

International Energy Agency (IEA) juga telah mengeluarkan peringatan tentang potensi peningkatan konsumsi energi yang signifikan oleh pusat data. IEA memperkirakan bahwa konsumsi energi pusat data dapat berlipat ganda dalam jangka waktu hanya dua tahun, yang semakin menekankan perlunya solusi inovatif dan praktik berkelanjutan untuk mengatasi tantangan ini.

Implikasi dari temuan ini sangat luas, yang membutuhkan upaya kolaboratif dari pemerintah, industri, dan peneliti untuk mengembangkan dan menerapkan strategi hemat energi untuk infrastruktur AI. Seiring dengan terus berkembangnya AI, sangat penting untuk memprioritaskan keberlanjutan dan meminimalkan dampak lingkungan dari teknologi transformatif ini.