Gelombang PHK Hantam Pekerja Cokelat di Bekasi, Serikat Pekerja Angkat Bicara

Aksi unjuk rasa mewarnai depan sebuah pabrik cokelat terkemuka di kawasan Rawalumbu, Bekasi pada Senin (2/6/2025). Puluhan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bekasi, menyuarakan protes keras atas pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami puluhan rekan mereka.

Para pekerja yang didominasi oleh anggota serikat pekerja tersebut merasa diperlakukan tidak adil oleh perusahaan. Mereka mengklaim bahwa PHK dilakukan secara sepihak tanpa pemberitahuan atau alasan yang jelas. Bahkan, sejumlah pengurus serikat pekerja turut menjadi korban PHK ini.

Sucahyadi, Wakil Ketua Bidang Advokasi Perusahaan Unit Kerja (PUK) SPSI Bekasi, mengungkapkan bahwa pada tanggal 14 April 2025, sebanyak 24 karyawan menerima surat PHK tanpa didahului surat peringatan atau kesempatan untuk melakukan pembelaan. Ironisnya, enam dari 24 pekerja yang di PHK merupakan pengurus serikat pekerja. Hal ini memicu kecurigaan adanya upaya pemberangusan serikat pekerja di perusahaan tersebut.

"Kami sangat terkejut dan kecewa dengan tindakan perusahaan," ujar Sucahyadi dengan nada getir. Ia menambahkan bahwa para pekerja telah mengabdi selama bertahun-tahun, bahkan ada yang lebih dari dua dekade. "Kami merasa pengabdian kami selama ini tidak dihargai sama sekali."

Surat PHK yang diberikan menyatakan bahwa masa kerja para pekerja berakhir pada tanggal 15 April 2025. Namun, para pekerja menolak menandatangani surat tersebut karena merasa PHK tersebut tidak sah dan melanggar hak-hak mereka.

Upaya dialog informal telah dilakukan antara perwakilan pekerja dan pihak manajemen perusahaan. Namun, tidak membuahkan hasil. Pihak manajemen bersikukuh bahwa keputusan PHK sudah final. Sejak tanggal 28 Mei 2025, para pekerja yang di-PHK tidak lagi diizinkan masuk kerja dan upah mereka dihentikan.

"Padahal, belum ada putusan dari pengadilan hubungan industrial yang menyatakan PHK ini sah," tegas Sucahyadi.

Deni Saifudin, Sekretaris PUK SPSI Bekasi, menambahkan bahwa mayoritas pekerja yang di-PHK telah bekerja di perusahaan tersebut selama lebih dari 20 tahun. Mereka kini kehilangan pekerjaan, sumber pendapatan, dan kepastian masa depan.

Para pekerja berharap pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan, dapat turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka meminta agar perusahaan bertanggung jawab dan memberikan hak-hak mereka sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

"Kami mohon Bapak Menteri Tenaga Kerja untuk melihat langsung kondisi kami di Bekasi. Perusahaan ini telah memperlakukan kami dengan tidak adil," ujar Deni dengan nada memelas.

Hingga saat ini, pihak perusahaan belum memberikan tanggapan resmi terkait aksi unjuk rasa dan tuntutan para pekerja.