Penjualan UMKM Merosot Tajam: Sektor Makanan dan Fesyen Terpukul Akibat Daya Beli Lemah dan Serangan Produk Impor

Gelombang tantangan ekonomi terus menghantam para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Asosiasi UMKM mengindikasikan penurunan signifikan dalam penjualan, terutama di sektor makanan dan fesyen, yang mengkhawatirkan banyak pihak.

Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero, menyoroti bahwa penurunan ini merupakan kombinasi dari daya beli masyarakat yang melemah dan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang berdampak pada aktivitas ekonomi secara luas. Menurutnya, tren penurunan omzet UMKM sebenarnya sudah terasa sejak era pemerintahan sebelumnya, namun diperparah dengan kebijakan efisiensi anggaran yang baru-baru ini diterapkan.

"Kebijakan efisiensi memberikan efek domino yang cukup signifikan. Hotel-hotel yang biasanya ramai dengan kegiatan meeting dan pemborongan produk UMKM, kini menjadi lebih sepi. Hal ini secara langsung mengurangi potensi penjualan UMKM," ujar Edy.

Akumindo memperkirakan penurunan omzet UMKM secara umum mencapai 20-25%. Meskipun UMKM telah berupaya beradaptasi dengan memanfaatkan platform e-commerce untuk memasarkan produk mereka, upaya ini belum mampu menutupi penurunan permintaan secara keseluruhan. Edy menekankan bahwa hampir semua lini bisnis UMKM mengalami penurunan, namun sektor makanan dan fesyen menjadi yang paling merasakan dampaknya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Akumindo mendesak pemerintah untuk merealisasikan komitmennya mengalokasikan 40% anggaran APBN dan APBD untuk UMKM, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021. Edy menegaskan bahwa implementasi peraturan ini akan memberikan dorongan signifikan bagi UMKM tanpa meminta bantuan cuma-cuma.

"Kami tidak meminta uang gratis, kami hanya meminta agar peraturan yang sudah ada, yang mengamanatkan 40% belanja negara untuk UMKM, diimplementasikan sebagaimana mestinya," tegas Edy.

Selain itu, Akumindo juga menyoroti permasalahan dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang seringkali ditolak. Mereka berharap agar proses penyaluran KUR dapat dipermudah dan diperluas agar lebih banyak UMKM yang dapat mengakses modal usaha.

Senada dengan Akumindo, Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, mengungkapkan bahwa penurunan omzet UMKM rata-rata mencapai hampir 50%. Sektor makanan dan kuliner menjadi yang paling terdampak, terutama akibat serbuan produk impor yang membanjiri pasar.

"Kita bisa lihat di pusat perbelanjaan, jumlah restoran lokal sangat sedikit dibandingkan dengan restoran asing. Ini menunjukkan betapa kuatnya dominasi produk impor di sektor kuliner," jelas Hermawati.

Selain itu, sektor fesyen juga mengalami tekanan akibat maraknya produk impor ilegal, terutama di sektor tekstil. Hermawati mengungkapkan keprihatinannya terhadap penjualan pakaian impor dengan harga yang sangat murah di platform e-commerce, yang merugikan UMKM lokal.

Berikut adalah beberapa poin penting yang disoroti dalam permasalahan ini:

  • Penurunan Daya Beli: Melemahnya daya beli masyarakat menjadi faktor utama penurunan penjualan UMKM.
  • Kebijakan Efisiensi Anggaran: Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berdampak pada aktivitas ekonomi dan mengurangi potensi penjualan UMKM.
  • Serbuan Produk Impor: Banjirnya produk impor, baik legal maupun ilegal, menekan UMKM lokal, terutama di sektor makanan dan fesyen.
  • Implementasi PP Nomor 7 Tahun 2021: Pemerintah didesak untuk merealisasikan komitmennya mengalokasikan 40% anggaran APBN dan APBD untuk UMKM.
  • Penyaluran KUR: Proses penyaluran KUR diharapkan dapat dipermudah dan diperluas agar lebih banyak UMKM yang dapat mengakses modal usaha.

Dengan tantangan yang semakin kompleks, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, asosiasi UMKM, dan seluruh pemangku kepentingan untuk mencari solusi yang efektif dan berkelanjutan demi memulihkan dan mengembangkan UMKM di Indonesia.