Gelombang PHK di TikTok Shop: Implikasi Merger dan Persaingan Ekonomi Digital

Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda TikTok Shop menjadi sorotan tajam, memicu perdebatan mengenai dampak aksi korporasi dan sengitnya persaingan di ranah ekonomi digital. Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menegaskan bahwa PHK merupakan risiko yang tak terhindarkan dalam dinamika aksi korporasi.

Manajemen perusahaan seringkali mengambil langkah efisiensi sebagai strategi untuk bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat. Merger dan akuisisi, sebagai bagian dari aksi korporasi, dapat memicu gelombang PHK. Motif di balik merger dan akuisisi beragam, mulai dari memperluas skala usaha, meningkatkan efisiensi biaya per unit, meningkatkan valuasi perusahaan, meminimalisasi risiko gagal bayar, hingga menghalangi pesaing untuk merebut pangsa pasar.

Persaingan sengit di era ekonomi digital menuntut pendanaan yang besar. Perusahaan dengan sumber daya finansial yang kuat memiliki keunggulan dalam melakukan akuisisi dan ekspansi. Pendanaan ini dapat berasal dari keuntungan penjualan atau efisiensi operasional.

Pemerintah perlu mewaspadai potensi gelombang PHK di sektor digital. Sektor ini banyak menyerap tenaga kerja muda dengan keahlian khusus yang belum tentu dimiliki oleh generasi sebelumnya. PHK dapat menyebabkan penumpukan pengangguran usia muda, yang berpotensi mengganggu stabilitas pasar tenaga kerja secara keseluruhan. Kondisi ini dapat memperburuk masalah demografi yang sudah ada, seperti pengangguran usia muda dan minimnya lapangan pekerjaan.

TikTok Shop dikabarkan telah melakukan PHK terhadap ratusan karyawan di Indonesia sebagai bagian dari upaya pemangkasan biaya setelah merger dengan Tokopedia pada tahun 2024. Sumber dari Bloomberg mengungkapkan bahwa PHK lebih lanjut mungkin terjadi pada Juli 2025, sehingga total karyawan Tokopedia dan TikTok Shop di Indonesia menjadi sekitar 2.500 orang.

Seorang juru bicara TikTok menyatakan bahwa perusahaan secara rutin mengevaluasi kebutuhan bisnis dan melakukan penyesuaian untuk memperkuat organisasi dan meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. TikTok juga menegaskan komitmennya untuk terus berinvestasi di Tokopedia dan Indonesia sebagai bagian dari strategi pertumbuhan dan inovasi berkelanjutan.

Indonesia merupakan pasar terbesar bagi TikTok Shop. Namun, platform e-commerce ini menghadapi persaingan ketat dari pesaing seperti Shopee dan Lazada. Setelah merger TikTok Shop dan Tokopedia pada awal Januari 2024, bisnis e-commerce ByteDance di Indonesia memiliki sekitar 5.000 karyawan.

Merger ini memungkinkan ByteDance untuk kembali beroperasi di Indonesia dan mematuhi regulasi yang melarang media sosial berperan ganda sebagai platform e-commerce dan melakukan transaksi di dalam aplikasi. TikTok mengakuisisi Tokopedia untuk mengaktifkan kembali bisnis e-commerce-nya, dan proses akuisisi selesai pada akhir Januari 2024 dengan investasi lebih dari 1,5 miliar dollar AS.