Indonesia Alami Deflasi pada Mei 2025 Didorong Penurunan Harga Komoditas Pangan dan BBM

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,37% pada bulan Mei 2025. Penurunan harga ini didorong oleh terkoreksinya harga sejumlah komoditas pangan strategis dan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi.

Data BPS menunjukkan Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami penurunan dari 108,47 pada April menjadi 108,07 di Mei 2025. Secara tahunan (year-on-year), inflasi berada di angka 1,60%, sementara inflasi tahun kalender (year-to-date) tercatat 1,19%. Deflasi yang terjadi pada Mei 2025 lebih dalam dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sektor yang paling signifikan berkontribusi terhadap deflasi adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau, dengan penurunan sebesar 1,40% dan andil -0,41%. Komoditas-komoditas seperti cabai merah dan cabai rawit menjadi penyumbang deflasi terbesar, masing-masing dengan andil -0,12%. Selain cabai, penurunan harga juga terjadi pada bawang merah (-0,09%), ikan segar (-0,05%), bawang putih (-0,04%), dan daging ayam ras (-0,01%).

Kendati demikian, beberapa komoditas mengalami kenaikan harga dan memberikan tekanan inflasi. Tomat mencatat kenaikan (+0,03%), diikuti oleh tarif pulsa ponsel (+0,02%), dan tarif angkutan udara yang memberikan andil inflasi sebesar +0,10%.

Secara regional, mayoritas provinsi di Indonesia, yaitu 31 provinsi, mengalami deflasi. Deflasi terdalam tercatat di Gorontalo dengan angka 1,68%. Sementara itu, inflasi tertinggi terjadi di Papua Pegunungan sebesar 0,91%.

Faktor lain yang mempengaruhi deflasi adalah penyesuaian harga BBM non-subsidi oleh Pertamina, yang dipengaruhi oleh penurunan harga minyak mentah dunia. Selain itu, berakhirnya diskon tarif internet sebesar 50% yang diberlakukan selama periode mudik Lebaran dan Nyepi 2025 juga turut mempengaruhi.

BPS juga mencatat bahwa harga emas dunia terus mengalami kenaikan hingga akhir Mei 2025, namun dampaknya terhadap inflasi nasional belum signifikan.