Rumah Subsidi Minimalis: Strategi PKP Atasi Backlog dan Jangkau Masyarakat Urban

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah menggodok perubahan regulasi yang signifikan terkait program rumah subsidi. Inisiatif ini berfokus pada penyediaan rumah subsidi dengan ukuran yang lebih minimalis, sebuah langkah strategis untuk mengatasi masalah backlog kepemilikan rumah yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia.

Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, menyatakan bahwa perubahan aturan ini akan melibatkan partisipasi publik yang luas. Proses konsultasi publik akan dilakukan secara terbuka untuk memastikan bahwa inovasi dalam desain rumah subsidi ini benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat yang beragam. Beberapa regulasi yang ada saat ini juga akan disesuaikan untuk mendukung implementasi kebijakan baru ini.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tingginya angka backlog kepemilikan rumah nasional yang mencapai 9,9 juta unit. Keterbatasan lahan, terutama di wilayah perkotaan, serta harga tanah yang terus meningkat menjadi kendala utama dalam penyediaan perumahan yang terjangkau. Oleh karena itu, PKP berupaya mencari solusi inovatif melalui desain rumah yang lebih efisien dan minimalis.

"Kami ingin memberikan pilihan yang lebih beragam kepada masyarakat," ujar Sri Haryati. "Rumah subsidi yang lebih minimalis akan membuka peluang baru, baik dari sisi harga yang lebih terjangkau maupun lokasi yang lebih dekat ke pusat aktivitas perkotaan."

Dengan ukuran yang lebih efisien, rumah subsidi minimalis diharapkan dapat menjangkau lebih banyak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), terutama mereka yang tinggal di kawasan padat perkotaan. Kebijakan ini juga sejalan dengan target kuota rumah subsidi tahun 2025 yang mencapai 350 ribu unit.

Sri Haryati menambahkan bahwa harga rumah subsidi minimalis diproyeksikan akan lebih terjangkau karena luas tanah dan bangunan yang lebih kecil. Selain itu, dengan ukuran yang lebih ringkas, rumah subsidi tersebut dapat dibangun di lokasi yang lebih strategis, dekat dengan pusat kota dan fasilitas publik.

"Rumah bukan sekadar tempat berlindung," tegas Sri Haryati. "Ia adalah fondasi kehidupan yang sehat, produktif, dan berkeadilan."

Sebelumnya, Sri Haryati juga mengungkapkan bahwa aturan mengenai perubahan batas luas minimal rumah subsidi menjadi 18-36 meter persegi masih dalam tahap pembahasan dan uji coba. Penurunan batas luas minimal hingga 18 meter persegi ini bertujuan untuk memberikan opsi yang lebih beragam kepada masyarakat, terutama bagi mereka yang masih lajang atau memiliki keluarga kecil. Ukuran ini dianggap masih layak jika dilihat dari kebutuhan ruang per individu, yaitu sekitar 9 meter persegi.

  • Target Pasar: Membidik masyarakat lajang dan keluarga kecil.
  • Lokasi Strategis: Memungkinkan pembangunan di pusat kota.
  • Harga Terjangkau: Luas bangunan minimalis menekan harga jual.

Dengan inovasi ini, PKP berharap dapat memberikan solusi perumahan yang lebih inklusif dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, sekaligus mengurangi angka backlog kepemilikan rumah yang menjadi tantangan nasional.