Ekonom Prediksi Deflasi Mei 2025 Dipicu Penurunan Harga Pangan dan Tarif

Beberapa ekonom memproyeksikan adanya deflasi pada Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk bulan Mei 2025. Proyeksi ini berbanding terbalik dengan kondisi bulan April 2025 yang mengalami inflasi sebesar 1,17 persen akibat lonjakan permintaan dan harga selama periode Lebaran.

Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, memperkirakan deflasi IHK Mei 2025 mencapai 0,18 persen month-to-month (mtm). Faktor utama pendorong deflasi ini adalah peningkatan pasokan komoditas pangan setelah panen raya, terutama komoditas cabai. Kondisi ini menyebabkan normalisasi harga komoditas pangan yang sebelumnya mengalami fluktuasi.

"Tekanan deflasi ini mengindikasikan stabilitas pasokan pangan yang berkelanjutan dan normalisasi permintaan setelah periode Lebaran," kata Andry.

Dengan adanya deflasi yang diproyeksikan, inflasi tahunan diperkirakan akan menurun menjadi 1,8 persen pada Mei 2025, dibandingkan dengan 1,95 persen pada April 2025.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memberikan perkiraan yang lebih dalam dengan menyebutkan bahwa Mei 2025 berpotensi mengalami deflasi sebesar 0,27 persen secara bulanan.

"Pada Mei 2025, kami memperkirakan akan terjadi deflasi secara bulanan dengan estimasi sebesar 0,27 persen," ujar Josua.

Josua Pardede menyoroti bahwa normalisasi harga pangan pasca-Lebaran menjadi faktor utama yang mendorong deflasi. Penurunan harga terjadi pada komoditas yang sebelumnya bergejolak, seperti cabai merah dan cabai rawit. Meskipun demikian, komoditas beras dan produk unggas diperkirakan masih mengalami inflasi, meskipun dalam skala yang lebih moderat.

Selain itu, Josua Pardede juga mencatat bahwa harga-harga yang diatur oleh pemerintah juga mengalami deflasi. Penurunan harga terjadi pada bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi sebagai akibat dari melemahnya harga minyak global pada bulan April. Tarif angkutan udara juga mengalami penurunan setelah berakhirnya lonjakan permintaan selama periode Lebaran.

"Secara keseluruhan, dinamika inflasi pada Mei 2025 menunjukkan adanya pergeseran musiman yang sehat setelah periode Lebaran, dengan tekanan harga yang tetap terkendali," jelasnya.

Dengan kondisi ini, inflasi tahunan (year-on-year/yoy) diperkirakan akan turun menjadi 1,70 persen dari 1,95 persen. Sementara itu, inflasi inti diprediksi akan mengalami penurunan tipis menjadi 2,43 persen dari 2,48 persen pada bulan sebelumnya. Penurunan ini sejalan dengan penurunan harga emas domestik dan penguatan nilai tukar rupiah.

Secara kumulatif, inflasi sejak Januari hingga Mei 2025 diperkirakan hanya mencapai 1,29 persen, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

"Jika proyeksi ini terealisasi, maka tren penurunan inflasi akan tetap konsisten dengan tekanan harga yang rendah pada semester pertama tahun 2025," kata Josua.

Josua Pardede bahkan memprediksi bahwa deflasi berpotensi berlanjut pada bulan Juni dan Agustus. Hal ini didukung oleh rencana pemerintah untuk kembali memberikan diskon tarif listrik sebesar 50 persen, seperti yang telah dilakukan pada bulan Januari dan Februari sebelumnya. Insentif ini terbukti efektif dalam menahan laju inflasi bulanan.

Namun, Josua Pardede mengingatkan bahwa efek ini hanya bersifat sementara. Inflasi diperkirakan akan kembali meningkat pada semester kedua tahun 2025 seiring dengan normalisasi kebijakan dan peningkatan permintaan domestik.

Inflasi pada akhir tahun 2025 diprediksi berada di kisaran 2,33 persen. Angka ini masih berada dalam target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, namun lebih tinggi dibandingkan dengan capaian 1,57 persen pada akhir tahun 2024.