Tragedi Longsor Tambang Cirebon: Investigasi Mendalam dan Pencabutan Izin Usaha

Gunung Kuda, Cirebon, Jawa Barat, menjadi saksi bisu tragedi longsor tambang batu alam yang memilukan pada Jumat, 30 Mei 2025. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merespons cepat dengan menerjunkan Tim Inspektur Tambang untuk melakukan investigasi komprehensif terhadap insiden yang merenggut nyawa 19 orang dan menyebabkan tujuh lainnya luka-luka. Enam orang masih dinyatakan hilang hingga 1 Juni 2025.

Tim Inspektur Tambang, bekerja sama dengan Basarnas, BPBD Kabupaten Cirebon, TNI/Polri, dan pemerintah daerah, bergerak cepat untuk memetakan kondisi lereng dengan menggunakan drone, menilai kerusakan, dan mengevaluasi stabilitas medan. Analisis mendalam dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab longsor, mulai dari faktor teknis, prosedur kerja, kondisi lingkungan, hingga kepatuhan terhadap standar operasional tambang. Hasil investigasi ini akan menjadi dasar rekomendasi untuk tindakan korektif dan preventif, dengan tujuan utama mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyoroti kerentanan Kabupaten Cirebon terhadap gerakan tanah, terutama dengan kondisi kemiringan lereng yang ekstrem dan praktik penambangan terbuka dengan teknik under cutting. Wafid juga mengimbau warga sekitar untuk mengungsi demi keselamatan dari potensi longsor susulan, terutama saat dan setelah hujan deras.

Terungkap bahwa lokasi tambang yang dikelola oleh Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang dikeluarkan pada 5 November 2020, dengan luas wilayah mencapai 9,16 hektar dan komoditas tras. Namun, ironisnya, izin usaha tambang tersebut dicabut oleh Gubernur Jawa Barat pada tanggal yang sama dengan terjadinya longsor, 30 Mei 2025.

Menurut Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, terdapat empat izin tambang di blok Gunung Kuda: satu milik Al-Azhariyah, dua milik Kopontren Al Ishlah, dan satu masih dalam tahap eksplorasi yang diduga terkait dengan Al-Azhariyah. Bambang juga mengungkapkan fakta bahwa tambang tersebut tidak memiliki dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sejak tahun 2024 dan telah diperingatkan untuk menghentikan kegiatan pada 19 Maret 2025. Akibat pengabaian tersebut, izin operasi produksi Al Azhariyah dan tiga izin lainnya dicabut secara permanen.