Lonjakan Angkatan Kerja di Indonesia: Antara Peluang dan Tantangan Ketersediaan Lapangan Kerja
Meningkatnya Angkatan Kerja di Indonesia: Tekanan pada Pasar Kerja
Indonesia menghadapi dinamika pasar kerja yang kompleks seiring dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat, pada tahun 2025, jumlah angkatan kerja mencapai lebih dari 149 juta orang, meningkat sekitar 2 juta dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini didorong oleh lulusan baru dari berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari SMA/SMK hingga perguruan tinggi. Peningkatan ini menjadi indikator potensi ekonomi, tetapi juga menghadirkan tantangan signifikan dalam penyediaan lapangan kerja yang memadai.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dan kemampuan pasar kerja untuk menyerapnya. Setiap tahun, ada tambahan 2-3 juta tenaga kerja baru, sementara daya serap lapangan kerja terus mengalami tekanan. Kondisi ini memerlukan perhatian serius terhadap penciptaan lapangan kerja yang lebih luas serta peningkatan keterampilan tenaga kerja melalui program pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan kompetensi (upskilling). Fokus tidak hanya pada aspek administratif seleksi kerja, tetapi juga pada solusi yang lebih fundamental dan berkelanjutan.
Efektivitas Job Fair dan Tuntutan Solusi Konkret
Pemerintah berupaya meningkatkan serapan angkatan kerja melalui berbagai bursa kerja atau job fair. Kemenaker dan pemerintah daerah secara rutin menggelar job fair yang menawarkan ribuan lowongan dari berbagai sektor industri. Namun, efektivitas job fair sebagai solusi jangka panjang dipertanyakan. Insiden kericuhan pada job fair di Bekasi, di mana ribuan pencari kerja berebut lowongan terbatas, menjadi indikasi adanya masalah yang lebih dalam.
Pengamat ketenagakerjaan, Tadjuddin Noer Effendi, menilai insiden tersebut mencerminkan kebutuhan mendesak masyarakat akan peluang kerja. Ia mengkritik pemerintah yang dinilai lambat dalam menciptakan lapangan kerja, sehingga setiap job fair selalu dipadati pencari kerja. Tadjuddin memperkirakan bahwa jumlah pengunjung job fair akan terus membeludak seiring dengan bertambahnya angkatan kerja setiap tahun, diperparah dengan fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih terjadi.
Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, bahkan menyatakan bahwa Indonesia berada dalam situasi darurat ketenagakerjaan. Ia mendesak pemerintah untuk fokus pada pembukaan lapangan kerja yang nyata dan sistemik, bukan hanya program-program yang bersifat simbolik dan kurang efektif. Aznil menyoroti program-program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Merah Putih, dan Program 3 Juta Rumah, yang menurutnya tidak secara langsung membuka lapangan kerja secara masif dan berkelanjutan. Ia menekankan perlunya langkah-langkah extraordinary untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan yang mendasar.
Prioritas Utama: Lapangan Kerja Berkualitas dan Berkelanjutan
Aznil meminta pemerintah untuk menghentikan pendekatan populis yang tidak menyentuh inti persoalan ketenagakerjaan. Menurutnya, akar masalahnya adalah minimnya lapangan kerja yang berkualitas dan berkelanjutan. Hal ini harus menjadi prioritas utama pemerintah. Pemerintah diharapkan tidak hanya sibuk dengan program-program yang kurang relevan, tetapi fokus pada solusi konkret yang dapat menciptakan lapangan kerja yang memadai bagi seluruh angkatan kerja.
Dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja, Indonesia perlu strategi yang komprehensif dan berkelanjutan untuk mengatasi tantangan pengangguran dan menciptakan lapangan kerja yang berkualitas. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan ini.