Rumah Subsidi Diperkecil: Kementerian PKP Pertimbangkan Luas Minimal 18 Meter Persegi
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) sedang mengkaji ulang regulasi terkait standar luas minimum untuk rumah subsidi. Draf terbaru yang beredar mengindikasikan adanya potensi penurunan luas bangunan menjadi antara 18 hingga 36 meter persegi, dengan luas tanah antara 25 hingga 200 meter persegi.
Rancangan aturan ini, yang termuat dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, masih dalam tahap pembahasan dan belum memiliki nomor keputusan resmi. Aturan ini nantinya akan mengatur batasan luas lahan, luas lantai, harga jual rumah, fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, dan besaran subsidi bantuan uang muka.
Saat ini, ketentuan mengenai luas bangunan dan tanah rumah subsidi diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 995/KPTS/M/2021. Kepmen ini menetapkan luas tanah minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi, serta luas bangunan minimal 21 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi.
Menanggapi potensi perubahan ini, Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, menjelaskan bahwa aturan tersebut masih dalam proses pengujian dan pengumpulan masukan. Ia menekankan bahwa implementasi aturan baru akan mempertimbangkan berbagai aspek dan penyesuaian regulasi terkait. Sri Haryati juga menyebutkan bahwa penurunan luas rumah subsidi bertujuan untuk memberikan lebih banyak pilihan kepada masyarakat, terutama bagi individu lajang. Dengan ukuran 18 meter persegi, kebutuhan ruang per individu yang dianggap layak (9 meter persegi) masih terpenuhi.
Selain itu, keterbatasan lahan di perkotaan menjadi faktor penting dalam pertimbangan ini. Dengan ukuran yang lebih kecil, diharapkan rumah subsidi dapat lebih terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin tinggal di dekat pusat kota.
Namun, usulan penurunan luas rumah subsidi ini menuai berbagai reaksi dari pengembang. Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Junaidi Abdillah, berpendapat bahwa luas tanah 25 meter persegi tidak ideal, terutama bagi keluarga dengan anggota lebih dari empat orang. Ia khawatir MBR tidak akan mampu memperluas bangunan, dan potensi munculnya rumah kumuh akan meningkat.
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Joko Suranto, mengakui bahwa keterbatasan lahan menjadi alasan utama di balik usulan ini. Meski demikian, ia menekankan perlunya kajian mendalam agar aturan tersebut tetap memenuhi standar kelayakan dan kesehatan, sesuai dengan standar SNI atau WHO.
Secara keseluruhan, usulan penurunan luas minimal rumah subsidi ini masih dalam tahap pembahasan dan memerlukan pertimbangan matang dari berbagai aspek. Pemerintah perlu menyeimbangkan antara keterjangkauan, ketersediaan lahan, dan kelayakan hunian agar kebijakan ini dapat memberikan manfaat optimal bagi masyarakat berpenghasilan rendah.