Transformasi Digital Pertanahan: BPN Jelaskan Alasan Penahanan Sertifikat Fisik dalam Migrasi ke E-Sertifikat

Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sedang menggalakkan program transformasi digital di sektor pertanahan. Program ini mengajak masyarakat untuk mengkonversi sertifikat tanah konvensional atau analog menjadi sertifikat elektronik (e-sertifikat). Namun, proses alih media ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat, terutama mengenai keberadaan sertifikat asli setelah proses konversi.

Salah satu persyaratan dalam proses migrasi ke e-sertifikat adalah penyerahan sertifikat tanah asli. Banyak pemilik tanah yang mempertanyakan mengapa sertifikat fisik tersebut tidak dikembalikan setelah proses digitalisasi selesai. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, menjelaskan bahwa sertifikat asli yang diserahkan akan disimpan oleh BPN sebagai bagian dari warkah tanah. Warkah ini merupakan kumpulan dokumen penting yang mencatat riwayat kepemilikan dan informasi yuridis suatu bidang tanah.

Menurut Harison, warkah memiliki peran krusial dalam menelusuri asal-usul dan legalitas suatu sertifikat tanah. Dalam warkah tersimpan berbagai dokumen pendukung seperti Akta Jual Beli (AJB), Girik (bukti kepemilikan tanah adat), bukti pembayaran pajak, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan riwayat kepemilikan tanah tersebut. Dengan menyimpan sertifikat asli sebagai bagian dari warkah, BPN dapat dengan mudah melacak dan memverifikasi keabsahan sertifikat elektronik yang diterbitkan.

"Sertifikat elektronik yang diterbitkan akan memiliki catatan riwayat yang terhubung dengan sertifikat analog sebelumnya. Informasi ini dapat diakses melalui sistem, sehingga memudahkan penelusuran dan verifikasi data," ujar Harison.

Harison menambahkan, meskipun konversi ke e-sertifikat masih bersifat imbauan, pemilik sertifikat tanah analog perlu menyadari potensi risiko yang mungkin timbul, terutama bagi sertifikat yang diterbitkan pada periode 1961-1997. Risiko tersebut meliputi potensi sengketa lahan, pemalsuan sertifikat, atau kesulitan dalam mengamankan aset tanah, terutama jika pemilik tidak berdomisili di lokasi tanah atau tidak memasang patok batas yang jelas.

"Tujuan utama alih media ini adalah untuk memberikan keamanan dan kepastian hukum yang lebih baik bagi pemilik tanah. Dengan sistem digital, risiko kehilangan, kerusakan, atau pemalsuan sertifikat dapat diminimalkan," jelasnya.

BPN juga telah menerapkan sistem keamanan berlapis untuk melindungi data dan informasi dalam e-sertifikat. Sistem ini mencakup penggunaan teknologi enkripsi, mirroring server, dan mekanisme verifikasi berlapis untuk mencegah akses tidak sah dan menjaga integritas data. Selain itu, masyarakat juga dapat mengakses salinan resmi e-sertifikat dan memantau informasi pertanahan melalui aplikasi "Sentuh Tanahku".

Berikut adalah poin-poin penting terkait transformasi sertifikat tanah menjadi elektronik:

  • Sertifikat asli disimpan BPN sebagai bagian dari warkah.
  • Warkah penting untuk menelusuri riwayat kepemilikan tanah.
  • Konversi ke e-sertifikat masih bersifat imbauan, namun disarankan untuk meningkatkan keamanan.
  • BPN menerapkan sistem keamanan berlapis untuk melindungi e-sertifikat.
  • Masyarakat dapat mengakses salinan e-sertifikat melalui aplikasi Sentuh Tanahku.

Dengan transformasi digital ini, diharapkan pelayanan pertanahan di Indonesia menjadi lebih efisien, transparan, dan akuntabel. Selain itu, keamanan dan kepastian hukum atas kepemilikan tanah juga dapat ditingkatkan, sehingga memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.