Belasan Santri Ponpes Ora Aji Sleman Jadi Tersangka Kasus Dugaan Kekerasan, Gus Miftah Sampaikan Permohonan Maaf
Kasus dugaan kekerasan yang melibatkan santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji, Sleman, Yogyakarta, memasuki babak baru. Sebanyak 13 orang santri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang santri berinisial KDR. Informasi ini disampaikan oleh kuasa hukum yayasan Ponpes Ora Aji, Adi Susanto, dalam konferensi pers yang digelar pada Sabtu (31/05/2025).
Kasus ini bermula dari serangkaian aksi vandalisme dan pencurian yang terjadi di lingkungan pesantren. Menurut keterangan Adi Susanto, rentetan kejadian tersebut awalnya tidak diketahui pelakunya. Puncaknya, pada tanggal 15 Februari 2025, identitas KDR terungkap sebagai pelaku setelah tertangkap tangan menjual air galon milik pesantren secara diam-diam.
Berikut kronologi kejadian berdasarkan keterangan Kuasa Hukum Yayasan Ponpes Ora Aji:
- Terungkapnya Pencurian: KDR diketahui menjual air galon milik pesantren tanpa izin selama kurang lebih satu minggu. Kecurigaan muncul ketika KDR bukan merupakan santri yang memiliki tugas untuk menjual air galon.
- Pengakuan Pencurian: Setelah diinterogasi secara persuasif, KDR mengakui telah melakukan serangkaian pencurian di kamar-kamar santri lainnya. Korban pencurian yang dilakukan oleh KDR mengalami kerugian dengan nilai yang bervariasi. Ada santri yang kehilangan uang sebesar Rp 700.000, dan ada pula yang kehilangan Rp 50.000.
- Reaksi Spontan Santri: Pengakuan KDR memicu reaksi spontanitas dari sejumlah santri lain. Namun, pihak yayasan membantah bahwa reaksi tersebut merupakan tindakan penganiayaan yang terencana.
- KDR Meninggalkan Pondok: Setelah kejadian tersebut, KDR dijemput oleh kakaknya dan meninggalkan pondok tanpa berpamitan kepada pihak pesantren.
Upaya mediasi sempat dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Namun, mediasi tersebut menemui jalan buntu karena adanya permintaan kompensasi dari pihak keluarga KDR yang dinilai tidak realistis dan tidak dapat dipenuhi oleh para santri. Pihak yayasan sendiri telah menawarkan bantuan biaya pengobatan sebesar Rp 20 juta, namun tawaran tersebut ditolak.
Adi Susanto menegaskan bahwa peristiwa ini murni merupakan persoalan antara santri dengan santri, tanpa melibatkan pengurus pesantren. Ia juga membantah adanya informasi terkait penyiksaan terhadap KDR, menepis anggapan bahwa telah terjadi penyiksaan yang luar biasa.
Pengasuh Ponpes Ora Aji, Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah, melalui kuasa hukumnya menyampaikan permohonan maaf atas kejadian ini. Saat peristiwa dugaan penganiayaan terjadi, Gus Miftah sedang melaksanakan ibadah umrah di Tanah Suci. Pihak pesantren sendiri telah berupaya menjadi mediator untuk menyelesaikan masalah ini secara damai. Namun, upaya tersebut tidak berhasil mencapai titik temu.
Selain menjadi kuasa hukum yayasan, Adi Susanto juga bertindak sebagai kuasa hukum bagi 13 santri yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Ia juga menekankan bahwa para santri tersebut juga merupakan korban pencurian yang dilakukan oleh KDR.
Pihak kepolisian masih terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya terkait kasus dugaan penganiayaan ini. Proses hukum akan terus berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.