Dominasi Varian MB.1.1: Epidemiolog Imbau Masyarakat Tidak Panik, Tetap Waspada
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) baru-baru ini mengidentifikasi beberapa varian COVID-19 yang berkontribusi terhadap lonjakan kasus di berbagai negara Asia. Sementara Thailand dan Malaysia didominasi oleh varian XEC, Indonesia mencatat varian MB.1.1 sebagai yang paling banyak beredar.
"Varian dominan saat ini adalah MB.1.1," demikian pernyataan Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Murti Utami, dalam surat edaran kewaspadaan COVID-19 tertanggal 23 Mei 2025.
Menanggapi hal ini, epidemiolog Dicky Budiman menekankan bahwa kemunculan subvarian COVID-19 adalah proses evolusi alami virus. Ia menjelaskan bahwa virus bermutasi untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup dan menular ke manusia.
"Virus tidak dapat bertahan lama di luar tubuh manusia, kurang dari setengah hari. Kemampuan menginfeksi dengan cepat memungkinkan virus untuk terus hidup dan berkembang, termasuk subvarian yang saat ini dominan di Asia Tenggara," jelasnya.
Dicky menambahkan bahwa saat ini terdapat beberapa varian yang perlu diperhatikan, termasuk LF-7, NB.1.8, MB.1.1, dan LP.8.1. Kesamaan di antara varian-varian ini adalah efektivitasnya dalam menginfeksi.
Kendati demikian, ia juga menuturkan bahwa gejala yang ditimbulkan cenderung lebih ringan, atau bahkan tidak bergejala sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kekebalan yang telah terbentuk dalam populasi, yang mampu mengurangi tingkat keparahan infeksi.
"Sebagian besar masyarakat saat ini telah memiliki kekebalan terhadap subvarian SARS-CoV-2. Ini berbeda dengan situasi sebelumnya," ungkap Dicky.
Walaupun mayoritas populasi telah memiliki imunitas terhadap COVID-19, Dicky mengingatkan bahwa kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, dan individu dengan komorbiditas (misalnya diabetes yang tidak terkontrol atau penyakit autoimun) tetap perlu berhati-hati.
Langkah Antisipasi
Meskipun demikian, masyarakat tetap diimbau untuk menerapkan protokol 3M: memakai masker, mencuci tangan, dan menjauhi kerumunan jika tidak ada keperluan mendesak.
Berkenaan dengan vaksinasi, Dicky berpendapat bahwa pemberian booster mungkin diperlukan hanya untuk kelompok yang sangat rentan. Namun, vaksin yang digunakan haruslah yang telah diperbarui untuk menghadapi subvarian baru.
"Bukan berarti vaksin lama tidak bermanfaat sama sekali. Hanya saja, efektivitasnya mungkin tidak cukup selektif untuk menghadapi subvarian baru ini," terangnya.
"Secara umum, tidak perlu khawatir berlebihan," pungkasnya.