Donald Trump Pertimbangkan Peningkatan Tarif Impor Baja dan Aluminium Hingga 50 Persen

Amerika Serikat di bawah kepemimpinan mantan Presiden Donald Trump dikabarkan tengah mempertimbangkan langkah signifikan dalam kebijakan perdagangan, yaitu peningkatan tarif impor baja dan aluminium hingga mencapai 50%. Rencana ini diumumkan di tengah kekhawatiran global mengenai potensi perang dagang yang semakin intensif.

Dalam sebuah acara publik di Pennsylvania, Trump menyatakan niatnya untuk menaikkan tarif impor baja menjadi 50%, dari sebelumnya 25%. Langkah ini, menurutnya, bertujuan untuk memperkuat dan melindungi industri baja domestik Amerika Serikat. Pernyataan ini memicu berbagai reaksi dari pelaku industri dan mitra dagang AS.

Kamar Dagang Kanada menjadi salah satu pihak yang paling vokal menentang rencana tersebut. Mereka menyatakan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan prinsip keamanan ekonomi di kawasan Amerika Utara. Peningkatan tarif dikhawatirkan akan mengganggu rantai pasokan yang efisien dan kompetitif, yang selama ini terjalin erat antara kedua negara. Selain itu, kebijakan ini berpotensi meningkatkan harga baja secara keseluruhan, yang pada akhirnya akan membebani industri manufaktur dan konsumen.

Amerika Serikat sendiri merupakan salah satu importir baja terbesar di dunia. Data dari Departemen Perdagangan AS menunjukkan bahwa pada tahun 2024, impor baja mencapai 26,2 juta ton, tidak termasuk impor dari negara-negara Uni Eropa. Sementara itu, data dari Biro Sensus AS mencatat bahwa impor aluminium dan baja mencapai US$ 147,3 miliar pada tahun 2024, dengan komposisi hampir dua pertiga aluminium dan sepertiga baja.

Rencana kenaikan tarif ini menimbulkan pertanyaan tentang dampak jangka panjang terhadap perdagangan global dan hubungan ekonomi antara Amerika Serikat dengan mitra dagangnya. Kebijakan ini juga berpotensi memicu tindakan balasan dari negara lain, yang dapat semakin memperburuk tensi perdagangan internasional.

  • Dampak Potensial:

    • Peningkatan biaya produksi bagi industri manufaktur AS yang bergantung pada baja dan aluminium impor.
    • Potensi retaliasi dari negara-negara mitra dagang, yang dapat memicu perang dagang.
    • Gangguan pada rantai pasokan global.
    • Kenaikan harga bagi konsumen.

Kebijakan ini menjadi sorotan utama karena implikasinya yang luas terhadap ekonomi global dan hubungan perdagangan internasional.